Dimulai dari buah seger. Buah segar yang akan dikeringkan harus dipetik setelah matang sempurna, tidak rusak, dan bermutu baik. Selanjutnya, buah dicuci (anggur, prune), diiris-iris (apel, nenas), dibuang bijinya (aprikot, peach), lalu dikeringkan.
Secara tradisional, buah kering dikeringkan dengan menjemurnya langsung di bawah terik matahari sampai mencapai kadar air tertentu dimana organisme perusak tidak dapat hidup. Penjemuran bisa berlangsung hingga 2 – 3 minggu tergantung pada intensitas sinar matahari.
Namun saat ini, sudah ada teknologi pengeringan, sehingga buah kering lebih banyak dikeringkan menggunakan pengering buatan berupa oven atau aliran udara panas. Selain higienis, buah menjadi lebih cepat kering.
Yang terjadi saat proses pengeringan. Saat proses pengeringan, seringkali buah mengalami proses oksidasi yang menyebabkan warna buah berubah kecokelatan. Untuk mempertahankan warna buah agar penampilannya tetap menarik, terutama pada buah yang berwarna terang, biasanya dilakukan proses sulfurisasi.
Pemberian sulfur ini bisa dilakukan dengan cara merendam buah dalam larutan sulfur atau menyemprotkan sulfur pada buah. Boleh dikata penggunaan sulfur dalam pengeringan buah cukup aman dan tidak membahayakan kesehatan.
Sebab, ketika bercampur dengan air dalam buah, sulfur membentuk asam sulfat, dan asam sulfat ini ikut menguap selama proses pengeringan berlangsung. Selain itu, residu sulfur yang termakan mudah dikeluarkan oleh tubuh bersama sisa makanan lainnya.
Meski begitu yang perlu dicermati ialah ada sebagian orang yang sensitif terhadap bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan makanan, seperti pada penggunaan sulfur ini. Salah satu cara mengurangi kadar sulfur dalam buah kering bisa dilakukan dengan merendamnya dalam air hangat selama 1-2 jam, setelah itu buang air rendamannya. Buah kering pun siap disantap. (bersambung).