Cabai rawit selain dilalap, juga diolah menjadi acar atau sebagai campuran bumbu masak. Tidak kalah dengan cabai besar, cabai rawit juga sarat gizi yaitu vitamin C dan A. Sebagai antioksidan, vitamin C dan betakaroten dipercaya dapat mengatasi infertilitas, bertindak sebagai afrodisiak, dan memperlambat proses penuaan.
Mengandung kapsisidin, antibiotik alami. Uratnya dan biji-bijinya juga mengandung kapsaisin yang cukup tinggi sehingga lebih pedas dibanding cabai besar. Biji-biji cabai rawit mengandung beberapa jenis zat aktif solanin, solamidin, solamargin, solasomin , dan steroid saponin (kapsisidin). Kapsisidin ini berkhasiat sebagai antibiotik alami.
Rasa cabai rawit yang panas dan pedas mampu masuk ke dalam meridian jantung dan pankreas (dua dari delapan meridian utama dalam ilmu akupunktur), karena itu dianggap mempunyai khasiat tonik, sebagai stimulan kuat untuk jantung dan aliran darah, antirematik, koagulan (menghancurkan bekuan darah), meningkatkan nafsu makan (stomakik).
Dapat menjadi campuran obat gosok, peluruh kentut (karminatif) , peluruh keringat (diaforetik), peluruh air liur, dan peluruh kencing (diuretic). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak cabai rawit memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans (Tyas Ekowati Prasetyoningsih, UNAIR 1987).
Penelitian. Hasil penelitian mutakhir menyatakan bahwa penderita penyakit saluran pencernaan, sakit tenggorokan, dan sakit mata dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi cabai rawit.
Ini disebabkan, rasa pedas di lidah menimbulkan rangsangan ke otak untuk mengeluarkan endorfin yang dapat menghambat rasa sakit sehingga menimbulkan perasaan lebih sehat. (bersambung).