Pilih mana, mencantumkan label halal pada produk yang beredar di pasaran atau mencantumkan label sebagai produk non halal? Ini dia penjelasannya!
Salah satu pasal yang dinilai kontroversial adalah Pasal 4 UU JPH. Secara lengkap, ketentuan itu berbunyi, “Produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.”
Terkait dengan bunyi pasal tersebut, Siti Aminah, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), menjelaskan beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang masih menjadi perdebatan di kalangan pelaku usaha.
Ikuti Seminar dan Workshop : Peluang dan Tantangan Bisnis Bersertifikasi Halal
Menurutnya, masih ada beberapa anggapan, terutama bagi pelaku usaha baik dalam maupun luar negeri, bahwa di Indonesia tidak boleh ada produk haram. “Memang kalau dibaca di sini ya, itu logikanya. Padahal tidak seperti itu,” ujar Aminah dalam seminar ‘Menuju 2019 Wajib Halal : Cukupkah Satu Tahun Mempersiapkan Serifiksi Halal’ yang digelar oleh Policy Research Analysis and Business Strategy (PRABU), belum lama ini di Jakarta (24/1/18).
Lebih lanajut Aminah, menjelaskan semestinya para pelaku usaha juga harus memperhatikan pasal selanjutnya. Yaitu, bunyi Pasal 26 UU JPH yang menyebutkan pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan yang berasal dari bahan yang diharamkan dikecualikan dari mengajukan permohonan sertifikat halal dan wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada produk. (bersambung).