Sehatalami.co ~ Kampanye tentang pentingnya hemat pemakaian air, hampir tidak disadari karena ada alasan penting di dalamnya. Ada saja yang menganggap kampanye kepedulian terhadap air, ini hanya tugas para pegiat lingkungan saja.
Pemahaman ini tentu harus diluruskan. Sebab, masalah air adalah masalah esensial umat manusia. Tanpa ketersediaan air, keberadaan umat manusia akan terancam kelangsungannya.
Inilah yang seharusnya mengemuka dalam peringatan Hari Air Sedunia, yang jatuh dan diperingati setiap 22 Maret di banyak negara.
Bagaimana pun air adalah kebutuhan utama manusia paling utama. Karena itu, manusia harus memiliki kepedulian untuk menjaga dan melestarikan sumber-sumber mata airnya.
Tanpa kepedulian, terhadap air dan lingkungan pendukungnya, maka krisis air akan bisa menjadi ancaman yang serius bagi kehidupan umat manusia. Salah kelola terhadap sumber-sumber air, juga bisa menimbulkan bencana. Kekeringan di musim kemarau atau sebeliknya, banjir dan tanah longsor di musim penghujan.
Dalam Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 yang dikeluarkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), kelangkaan air di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara diperkirakan meningkat. Kualitas air juga akan terus menurun drastis.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengingatkan dampak perubahan iklim terhadap ketersediaan air bersih di Indonesia.
Seperti dikutip dari Kompas.com (22/3/2022), menurut Guru Besar Teknik Penyehatan Lingkungan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof. Erina Rahmadyanti, kelangkaan air tersebut merupakan ancaman serius bagi keberlangsungan hidup manusia.
Ancaraman krisis air, mesti menjadi kesadaran semua pihak. Semua harus melakukan upaya penyadaran terhadap upaya pemeliharaan air.
Moment, Hari Air Sedunia yang diperingati tiap 22 Maret, ini mestilah harus menjadi momentum untuk memupuk kesadaran bersama dalam memandang, memanfaatkan dan menyikapi ketersediaan air.
Apalagi peringatan Hari Air Sedunia 2022 mengusung tema “Air Tanah, Membuat yang tak Terlihat Menjadi Terlihat” yang secara tidak langsung mengajak untuk melindungi air tanah dari eksploitasi yang semakin berlebihan.
“Ini ancaman serius dan menjadi perhatian dunia,” terang Prof. Erina Rahmadyanti seperti dikutip dari laman Unesa, Selasa (22/3/2022).
Akibat deforestasi dan betonisasi
Menurut Prof. Erina Rahmadyanti, kelangkaan air mengalami peningkatan seiring, dan ancaman krisis air yang lebih serius dari ini, antara lain dipengaruhi oleh terjadinya deforestasi, betonisasi, polusi hingga global warming.
Akibatnya, sepertiga dari seluruh sekolah di dunia tidak memiliki akses air bersih dan sanitasi yang memadai. Setengah dari rumah sakit diisi penderita penyakit yang disebabkan oleh air atau sanitasi yang buruk. Dua sepertiga penduduk dunia hidup dengan kondisi air yang tercemar. Sebanyak 1,8 miliar orang mengalami kelangkaan air.
Bahkan, setiap 90 detik terjadi kematian anak yang sebabkan karena diare dan jumlahnya diperkirakan bertambah dari tahun ke tahun dimana sepersepuluh orang tidak memiliki akses air bersih. “Pada tahun 2015, dari 564 sungai yang menjadi potensi 6 persen air bersih dunia, sekitar 58 persennya tercemar,” terangnya.
Sebagaimana data Bappenas, lanjut Prof. Erina, sebanyak 31 persen kematian anak di Indonesia disebabkan karena diare dan waterborne diseases. Sebanyak 80 juta orang di Indonesia belum memiliki akses air bersih.
Solusi atasi krisis
Menurut Prof. Erina, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi krisis air.
- Yakni constructed wetland (CW) atau lahan basah buatan sebagai green infrastructure yang dalam implementasinya untuk ketersediaan air bisa dengan strategi pemanenan air hujan dan pengolahan air limbah langsung di tempatnya. CW merupakan salah satu cara yang murah dan mudah untuk menjaga ketersediaan air di Indonesia secara berkelanjutan. “Soal ini merupakan riset yang saya tekuni dan disampaikan dalam pidato pengukuhan guru besar Desember 2021,” paparnya.
- Hal lain yang bisa dilakukan untuk atasi krisis air yaitu tata kelola yang baik kawasan industrial dan kawasan hijau dan hutan. Ini juga berkaitan dengan regulasi dan penerapannya di lapangan. Kemudian di tingkat bawah juga perlu kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan air.
- Menggalakkan budaya hemat air, baik skala rumah tangga hingga industrial sebagai bagian dari upaya menyeimbangkan neraca ketersediaan air sangat diperlukan. (SA)