64 Hari Berudara Sehat per tahun
Survei Bank Dunia (2004) terhadap 111 kota di dunia, menempatkan Jakarta pada peringkat ke-9 sebagai kota dengan kadar partikel debu dalam udara terbanyak (104 mirkogram per meter kubik) versus Uni Eropa yang menetapkan angka 50 mikrogram per meter kubik sebagai ambang batas tertinggi kadar partikel debu dalam udara.
Studi oleh Universitas Harvard menunjukkan 50.000 sampai 100.000 kematian per tahun karena pengaruh buruk polusi udara bagi kesehatan, terutama paru-paru. Sementara hasil penelitian Shakira Franco Suglia, juga dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Harvard, Boston, AS, terhadap 202 anak berusia 8 hingga 11 tahun, mengungkapkan bahwa polusi udara juga dapat mengakibatkan penurunan IQ pada anak.
Hasil survei Bank Dunia (2004) in ternyata tidak jauh berbeda dengan apa yang ditemukan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Lewat pemantauan Air Quality Monitoring System (AQMS) yang tersebar di lima titik di wilayah Jakarta: jumlah hari dengan kualitas udara buruk di Jakarta terus meningkat setiap tahunnya.
Tahun 2002, dalam setahun Jakarta dinyatakan sehat hanya selama 22 hari; tahun 2003 turun jadi 18 hari; tahun 2005, hari sehat udara membaik menjadi 20 hari. Namun, setelah Pemerintah Daerah mengoprasikan busway (2006), jumlah hari dengan kualitas udara sehat di Jakarta meningkat menjadi 64 hari dalam setahun.
Apa yang harus dilakukan ?
- Pemda, LSM dan kita. Giatkan program kampanye cinta lingkungan seperti, Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau “Car Free Day” (CFD) untuk membantu mengurangi tingkat polusi di kota. Perluas penerapannya, keluar jalan protokol, Patung Pemuda Jalan Sudirman sampai Patung Arjuna Jalan M.H Thamrin. Juga perpanjang jam berlakunya dan frekuensinya. Jangan terbatas pada pukul 06.00 WIB sampai pukul 10.00 WIB, dan hanya sebulan sekali.
- Pemda. Kembalikan fungsi ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH), perluas hingga seluas 30 persen dari total wilayah kota agar mampu menyerap sumber polutan demi meningkatkan kualitas udara; tidak seperti Jakarta saat ini, yang hanya memiliki sekitar 9% RTH, (SA)