Mencari golongan darah O, B, dan A untuk transfusi bisa dibilang mudah, tapi tidak untuk golongan darah AB. Ini karena persentase golongan darah O sebanyak 42%, B sebanyak 27%, dan A sebanyak 24% (data Palang Merah Indonesia tahun 2012). Hal ini tidak sebanding dengan golongan darah AB yang hanya sebesar 7%. Sebuah riset dari Forum Komunikasi Dermawan Darah 100 Kali (FOKUSWANDA) mengungkapkan, terdapat lima hingga tujuh orang yang bergolongan darah AB dari 100 orang.
Kelangkaan darah AB karena tingginya permintaan transfusi di PMI sementara stok darah seringkali kosong dan sulit mencari donor darah AB dari keluarga, membuat golongan darah AB kerap disebut “golongan darah biru”. Komunitas AB DKI seakan menjadi jawaban .
Sejarah dan latar belakang Komunitas AB DKI
Komunitas AB DKI merupakan sekumpulan pendonor darah AB. untuk membantu orang-orang yang membutuhkan transfusi darah guna menyembuhkan atau menyelamatkan nyawanya.
Pada awalnya, Komunitas AB DKI ini sekadar tempat berkumpul dan mengenal siapa saja yang memiliki darah AB, sehingga kelak manakala membutuhkan pertolongan, mereka mengetahui siapa yang bisa dimintai pertolongan. Akan tetapi, ada permintaan yang deras dari pencari darah di masyarakat, terutama setelah mereka memiliki blog dan facebook juga akun twitter.
Drs. H. Ariman K. Usman, salah satu penggagas Komunitas AB DKI Jakarta bercerita, awalnya, ia mendapat panggilan tak dikenal di telepon selulernya pada 31 Agustus 2009 silam. Lawan bicaranya bernama Suharno, membutuhkan pertolongannya. “Istri dari Suharno, Enny, sedang dirawat di salah satu rumah sakit di Jakarta dan sangat membutuhkan darah bergolongan AB dari reshus factor negative (Rh-),” ungkap Ariman. Singkat kata, naluri kemanusiaannya muncul untuk membantu semaksimal mungkin.
Ariman mengatakan bahwa hampir setiap dua bulan, ia menerima permintaan darah bergolongan AB dari penelepon yang tidak dikenal. ”Sebagai pejuang kemanusiaan, saya tidak pernah kenal siapa yang saya tolong dan merekapun tidak pernah kenal siapa yang menolongnya. Memang itu tidak penting. Pendonor darah sukarela, menurut WHO adalah pahlawan kemanusiaan yang tak dikenal,” jelasnya.
Karena semakin meningkatnya kebutuhan darah AB, maka komunitas ini mulai mereka ulang tujuan dan fungsi komunitas ini.
“Dalam silaturahmi bulan Febuari tahun 2012, semua anggota sepakat mereformasi paradigma. Komunitas ini mengutamakan pertolongan kepada pasien dan bukan sekadar wadah komunikasi, hobi, atau komunitas senasib saja,” ujar Drs. H. Ariman K. Usman.
Komunitas AB DKI lahir dengan tujuh penggagas lainnya, yaitu Liem Sioe Hian, Afni Mardhiana, Tri Sarwono Artadi, Irawan Saputra, Fair Yanto, Eddy Lugito, dan Arif Widodo. ”Pertemuan pertama diadakan di rumah saya pada hari Sabtu, 24 Oktober 2009. Pertemuan tersebut menjadi tonggak hari lahirnya Komunitas AB DKI,” tutur pensiunan senior manager cargo business support PT Garuda Indonesia.
Hingga akhir tahun 2012, anggota Komunitas AB DKI pernah mencapai 500 orang. Akan tetapi, sebanyak 90% tidak aktif. “Artinya, ketika dihubungi untuk memberikan darah, mereka tidak tergerak dan lebih parahnya hanya diam membisu tak menjawab. Akhirnya pengurus memutuskan untuk melakukan restrukturisasi dan mengeliminasi yang tidak aktif. Anggota yang tidak aktif langsung kehilangan hak menjadi anggota. Yang tersisa hanya 50 orang saja,” ujar Ariman.