Asas Keempat, akuntabilitas dan transparansi. Transparan ini biasanya terkait dengan biaya dan tarif. Aminah menuturkan bahwa pihaknya dari tahun 2015 sampai 2017 sudah menyusun Peraturan Pemerintah tentang Tarif dan Biaya yang berkaitan dengan sertifikasi halal.
“Jadi kita tidak sembarangan dalam menyusun tarif. Kami bekerja sama dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Hukum dan HAM. Jadi, terkait tarif itu betul-betul didetailkan, misalkan diminta seratus ribu, itu untuk komponen apa saja, harus detail. Jadi kami tidak bisa sembarangan mencantumkan hari ini harga segini, tidak. Itu harus ada alasan-alasannya. Jadi untuk menyusun itu pasti membutuhkan waktu. Dan, kami harus membutuhkan kajian ke beberapa orang terkait biaya dan tarif itu,” jelas Aminah.
Selanjutnya, Kelima, efektifitas dan efisiensi. Sebelumnya, di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), jangka waktu sertifikasi halal adalah 49 hari kerja. Sedangkan di BPJPH, Aminah memastikan tidak akan lebih dari 60 hari. Sidang Fatwa Halal digelar paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak MUI menerima hasil pemeriksaan dan/atau pengujian Produk dari BPJPH.
Lalu, produk yang dinyatakan halal oleh sidang fatwa MUI dilanjutkan oleh BPJPH dibutuhkan waktu 5 hari kerja. Untuk mengeluarkan sertifikat halal paling lambat 7 hari sejak keputusan kehalalan Produk diterima dari MUI diterima.
“Semua itu maksimal, setelah dihitung-hitung itu waktunya adalah 59 hari kerja. Bisa saja sama seperti di LPPOM MUI dalam 1 hari untuk fatwa MUI itu bisa mengeluarkan fatwa 40 sampai 50 produk. Jadi itu angka 30 hari kerja di MUI itu bisa dibawah itu. itu angka maksimal. Jadi 59 hari kerja di dalam sistem kami itu, itu sistem yang ada diluar bukan di BPJPH. Jadi ada beberapa hal yang sudah kami hitung terkait dengan waktu,” ungkap Aminah.
Keenam, profesionalitas. Sebagai badan yang dibentuk pemerintah, tentunya BPJPH dituntut utuk menyelenggarakan jaminan produk halal yang profesional. “Kami ya harus professional karena kami sebagai negara. Negara disini adalah yang menyusun regulasi, dan juga fasilitator,” tukasnya. (SA, sumber : https://kliklegal.com )