Berdasarkan laporan Air Quality Life Index 2021, beberapa daerah di Indonesia memiliki kondisi polusi jauh dari rata-rata standar WHO. Polusi udara di sejumlah daerah yang paling tercemar tersebut memperpendek umur masyarakat lebih dari 6 tahun.
Sehatalami.co ~ Indonesia, dengan kota-kotanya yang padat dan sibuk, tak lepas dari problem polusi udara. Bahkan di sepanjang 2020, di saat masa Pandemi, polusi udara di kota-kota besar di Indonesia, termasuk DKI Jakarta tidak juga berkurang. Padahal sudah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di hampir sempanjang 2020.
Data kualitas udara global IQAir menunjukkan, tingkat polusi PM 2.5 di Jakarta, tetap tinggi selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 2020. IQAir Visual menyatakan Jakarta berada di peringkat lima besar kota di dunia yang kualitas udaranya terburuk.
“Kualitas udara di Jakarta tetap dalam kisaran yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya,” demikian laporan yang dikutip Tempo,(18/3/2020). Angka ini diperoleh dari analisis Center for Research on Energy and Clean Air (CREA) yang dapat diakses di situs Greenpeace Indonesia.
Polusi udara 2021 lebih parah
Penelitian terbaru di 2021, bahkan memperlihatkan kecenderungan polusi udara di Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia cenderung naik dan membahayakan. Dilaporkan, kini Indonesia berada di peringkat ke-13 negara dengan polusi tertinggi di dunia.
Bahkan, berdasarkan laporan Air Quality Life Index 2021, beberapa daerah di Indonesia memiliki kondisi polusi yang amat buruk, jauh dari rata-rata standar WHO. Polusi udara di sejumlah daerah yang paling tercemar tersebut memperpendek umur masyarakat lebih dari 6 tahun.
Di ibu kota Jakarta, rumah bagi 11 juta penduduk Indonesia, polusi partikulat rata-rata tahunan enam kali lipat lebih tinggi dari pedoman WHO. Jika terus berlanjut, warganya akan kehilangan harapan hidup sampai 5,5 tahun. “Dibandingkan jika kualitas udara sesuai dengan pedoman WHO,” tegas peneliti, dikutip dari keterangan resmi AQLI, Minggu (3/10/2021).
Selanjutnya, Jawa Barat juga menjadi provinsi paling tercemar di Indonesia. Polusi udara memangkas harapan hidup 48 juta warganya dalam 4,1 tahun.
AQLI juga melaporkan Depok menjadi salah satu kota paling tercemar di Indonesia, disusul Banten dan Jakarta. “Penduduk kehilangan harapan hidup hingga 6,4 tahun,” dalam laporan tersebut terkait wilayah yang paling berisiko.
Apa yang paling menyebabkan tercemarnya udara?
Di luar kendaraan, penyebab di balik pencemaran udara yang memicu berkurangnya harapan hidup adalah batu bara, pabrik industri, hingga pembakaran biomassa yang intens di sebagian besar wilayah Indonesia.
“Di pulau Sumatera dan Kalimantan di Indonesia, kebakaran hutan dan lahan gambut, sering kali dilakukan secara ilegal untuk membuka lahan untuk perkebunan pertanian, menciptakan peristiwa kabut asap tahunan,” sebut para peneliti dari The University of Chicago dalam laman resminya.
Para ahli menilai hal ini amat berdampak bagi warga di sekitar dan banyak negara tetangga. Mereka juga menyoroti kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dan Palembang, konsentrasi partikulat rata-rata 10 tahun sekitar tiga kali lipat dari pedoman WHO.
“Harapan hidup penduduk kota-kota ini adalah 2 tahun lebih rendah dibandingkan jika rata-rata paparan partikulat jangka panjang sesuai dengan pedoman WHO. Selain itu, kebakaran tersebut menciptakan polusi lintas batas dengan dampak yang sangat signifikan di negara-negara tetangga melawan arah angin di Indonesia,” pungkas mereka.
Ada 10 daftar wilayah yang memiliki polusi tinggi di Indonesia dan negara lain yang menghadapi ancaman sama. Dikutip dari laman resmi AQLI, berikut 10 kota di Indonesia yang memiliki polusi tinggi:
- Bogor
- Tangerang
- Bandung
- Kota Medan
- Jakarta Timur
- Surabaya
- Garut
- Sukabumi
- Karawang
- Kota Bandung.
Di samping itu, ibu kota Jakarta memiliki polusi partikulat rata-rata tahunan enam kali lipat lebih tinggi dari pedoman WHO. Hal ini berdampak pada berkurangnya angka harapan hidup warganya sampai 5,5 tahun.
Menurut para peneliti dari The University of Chicago, praktik pembukaan lahan dengan cara membakar hutan dan lahan gambut secara ilegal di pulau Sumatera dan Kalimantan, berkontribusi besar terhadap pencemaran udara, karena menciptakan peristiwa kabut asap tahunan.
Para pakar menilai, jika hal ini terus berlanjut bukan hanya berdampak bagi warga sekitar, melainkan juga negara tetangga. Sejumlah wilayah yang menjadi sorotan, di antaranya kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dan Palembang, dengan konsentrasi partikulat rata-rata 10 tahun sekitar tiga kali lipat dari pedoman WHO.
“Harapan hidup penduduk kota-kota ini adalah 2 tahun lebih rendah dibandingkan jika rata-rata paparan partikulat jangka panjang sesuai dengan pedoman WHO. Selain itu, kebakaran tersebut menciptakan polusi lintas batas dengan dampak yang sangat signifikan di negara-negara tetangga melawan arah angin di Indonesia,” pungkas mereka. (SA)