“Bagi saya, rumah adalah tempat kita menyatukan diri dengan tradisi budaya masyarakat dan dimensi alam, ” ujarnya.
Sehatalami.co. Cara sederhana bersahabat dengan tradisi dan menyatu dengan alam. Itulah alasan spesial Abah Jatnika, 64 tahun memilih rumah bambu, dibanding jenis rumah megah, seperti yang saat ini sedang ngetren atau model rumah bergaya arsitektur Eropa dan lainnya.
Sebab baginya, rumah adalah representasi dari budaya dan tradisi yang dianut oleh pemiliknya. “Bagi saya, rumah adalah tempat kita menyatukan diri dengan tradisi budaya masyarakat dan dimensi alam, ” ujarnya.
Karenanya, tak ada rumus dalam hidupnya untuk ikut-ikutan latah atau ikut arus budaya tradisi bangsa lain tanpa alasan yang jelas dan logis. Rupanya, inilah yang menjadi pijakan filosifis, mengapa ia lebih memilih rumah bambu.
Sebab, bambu adalah tanaman yang tidak bisa hidup dengan semangat individualis, tetapi juga tidak sosialis. Bambu hidup secaraberjamaah dengan tetap mempertahankan jatidirinya masing-masing.
“Makanya sering muncul istilah serumpun bambu,” ujarnya. “Maksudnya adalah jangan sampai kita mejadi asing di lingkungan sendiri. Lahirnya berdekatan, namun batin kita sebetulnya berjauhan,” katanya.
Abah Jatnika juga menuturkan, tradisi dan kultur kebersamaan atau gotong royong sangat lekat dengan karakter bangsa Indonesia. Dan semangat itu juga yang pernah mengantarkan bangsa ini mentas dari penjajahan, meski hanya bersenjatakan sebilah bambu runcing. “Jadi tidak ada alasan untuk lari dan meninggalkan tradisi kita sendiri,” ujarnya. (bersambung).