Begadang dan kematian dini
Baru-baru ini, sebuah studi yang diterbitkan oleh jurnal Chronobiology International (12/4/2018), yang dilakukan oleh peneliti asal Inggris mengonfirmasi hal tersebut. Dalam makalahnya, mereka menjelaskan bahwa kebiasaan begadang mengubah ritme sirkadian atau proses biologis yang berulang setiap 24 jam. Waktu yang seharusnya digunakan tubuh untuk proses detoksifikasi atau mengeluarkan racun dari tubuh saat tidur malam, justru digunakan untuk bekerja atau beraktivitas lain. Sementara waktu yang semestinya digunakan untuk beraktivitas justru dipakai untuk tidur.
Peneliti asal Inggris tersebut menmukan korelasi antara kebiasaan buruk tersebut dengan ketidakseimbangan dalam tubuh ; antara ritme sirkadian dengan waktu yang dihabiskan untuk beraktivitas.
Penelitian yang menghabiskan 6,5 tahun untuk mengamati hampir 500.000 orang berusia 38-73 tahun ini mewawancarai setiap peserta, apakah mereka termasuk golongan orang-orang yang beraktivitas pada pagi hari atau malam hari atau keduanya.
Hasil dari pengamatan melalui wawancara ini, tim peneliti menemukan bahwa orang yang suka begadang berisiko memiliki beberapa masalah kesehatan, seperti diabetes, gangguan pencernaan, gangguan neurologis, gangguan pernapasan, dan gangguan psikologis. Selain sejumlah penyakit, peneliti juga menemukan orang yang suka begadang memiliki risiko kematian dini yang sedikit lebih tinggi dibanding mereka yang memulai aktivitas sejak pagi. Sebagai catatan, temuan ini tidak dapat menentukan alasan hubungan antara begadang dan risiko kematian dini.