Belum lama ini Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika MUI (LPPOM MUI) melalui analisisnya menyimpulkan bahwa di dalam proses produksi vaksin Measles Rubella (MR), ditemukan ada pemanfaatan unsur berasal dari babi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI), kemudian mengeluarkan fatwa terkait penggunaan vaksin MR pada Senin 20 Agustus 2018 dan menyatakan produk vaksin MR dari Serum Institute of India (SII) untuk imunisasi tersebut haram, karena proses produksi pembuatan vaksin yang memanfaatkan unsur babi.
Meski begitu, dalam fatwa MUI Nomor 33 tahun 2018 tersebut, seperti disampaikan oleh Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam, dalam konfrensi pers bersama Menteri Kesehatan RI, Nila Moeloek pada Kamis (23/8/2018), kemudian menyatakan bahwa para ulama sepakat membolehkan (mubah) penggunaan vaksin MR dengan sejumlah catatan.
“Tapi dalam kondisi faktual sekarang berdasarkan informasi kedaruratan jika terjadi bahaya dan efek dari kecacatan permanen yang merusak kesehatan masyarakat, maka vaksin MR dibolehkan,”kata Niam saat konferensi pers di Kementerian Kesehatan RI, Kamis (23/8) tersebut.
Tiga alasan kebolehan vaksin MR
Menurut Asrorun Niam, ada tiga alasan mengapa MUI membolehkan Vaksin MR untuk digunakan. Pertama, kondisi darurat. Kedua, keterangan dari ahli yang kompeten bahwa ada bahaya yang bisa timbul bila tidak diimunisasi.
Ketiga, soal belum ditemukan adanya vaksin MR yang halal hingga saat ini. “Sehingga, masyarakat dapat ikut kampanye imunisasi MR yang sedang berlangsung sekarang.”
Pada kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan RI, Nila Moeloek, mengatakan imunisasi sangat bermanfaat untuk menjauhkan anak-anak dari mudarat (baca: penyakit berbahaya) yang bisa mengancam jiwa anak-anak.
“Melindungi generasi agar tumbuh menjadi bangsa yang sehat, cerdas dan kuat, serta membawa maslahat untuk umat,”ujarnya.