Pihaknya mengatakan, kewajiban sertifikasi halal bagi semua produk barang dan jasa di Indonesia, justru dapat membantu daya saing industri dalam negeri di tengah perkembangan industri halal global.
Lebih jauh Mohammad Bawazeer mengatakan, jika industri halal Indonesia tidak disiapkan dengan baik maka akan gagap dan tidak bisa mengambil bagian dalam rantai industri halal global. Padahal nilai bisnis dan ekominya sangat besar. “Nilainya bisnis halal secara global saat ini sudah mencapai 4 miliar dolar AS. Kita misalnya mengambil 10 persen saja, sudah besar itu,”katanya.
Dijelaskan oleh Mohammaad Bawazeer bahwa apa yang ada dalam ketentuan UU JPH sejatinya tidak ada yang perlu dikhawatiran. Semua produk barang dan jasa harus mengantongi sertifikasi halal. Sementara produk non-halal harus mendeklarasikan dirinya sebagai produk yang non-halal.
Karena itu, menurutnya kalangan industri dan pengusaha tidak perlu khawatir atas kesulitan memperoleh sertifikasi halal. Karena saat ini proses dan prosedur pengurusan UU JPH ini sudah diubah, dari yang sebelumnya terpusat di Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika, Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), kini telah terdesentrasliasi oleh lembaga penjamin halal lain yang disahkan oleh Badan Pelaksana Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Hanya saja, ketentuan tentang peraturan dan Undang-undang turunan dari UU No. 33 Tahun 2014 memang masih memerlukan penyelesaian akhir.
Menurut Kepala Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH), Prof Sukoso, pemerintah saat ini sedang mempersiapkan perangkat untuk melaksanakan jaminan produk halal, terutama dari sisi auditor yang sedang dipersiapkan.(SA).