Beda wisata religi dan wisata halal?
Lalu apa bedanya antara wisata religi, wisata halal dan wisata muslim? Ketua Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH) Baluki Ahmad, sebagaimana dikutip dari laman detikcom, Senin (11/3/2019) mengatakan bahwa imbauan Arab Saudi ini tidak berpengaruh banyak di Indonesia.
Menurutnya, hal tersebut secara konsep tidak ada masalah. “Ibadah umrah dan haji kita nggak pakai istilah wisata religi. Nggak tahu kenapa ada imbauan itu. Mungkin di Eropa disebut begitu ya (wisata religi-red). Kalau kita kan menyebutnya perjalanan ibadah haji dan umrah,” kata Baluki.
Lebih lanjut, Basuki menjelaskan, surat larangan dari Arab Saudi tidak mencantumkan alasan kenapa tidak boleh memakai istilah wisata religi. Meski begitu, menurutnya memang ada perbedaan makna antara perjalanan ibadah (pilgrimage-red), wisata religi (religius/faith tourism atau siyaahah ad-diiniyyah) dan kemudian juga wisata halal serta wisata muslim.
“Perjalanan ibadah itu untuk umrah dan haji. Kalau wisata religi itu biasanya untuk di luar perjalanan umrah dan haji. Kan kita ingin perjalanan dikemas dengan nuansa ibadah,” kata Baluki.
Nah, sekarang berkembang juga paket-paket wisata yang lebih memperhatikan kebutuhan traveler muslim. Namun perjalanannya adalah paket wisata secara umum. “Kalau inbound kita bilangnya wisata halal, kalau outbound kita bilangnya wisata muslim. Tapi dua hal ini sebenarnya sama,” jelas Baluki.
Sementara, wisata halal atau wisata muslim, destinasinya tidak harus negara Islam atau Timur Tengah. Wisatawan bisa saja ke Eropa, China atau negara populer lainnya untuk liburan. Yang penting paket wisatanya memperhatikan kebutuhan traveler muslim.
“Negaranya bisa kemana saja, yang penting saat waktu salat kita tetap ingat salat, dicarikan tempatnya. Lalu nanti makanannya yang halal dan kegiatannya tidak bermaksiat,” tutup Baluki.
Sebelumnya ada surat dari Wakil Menteri Haji dan Umrah Saudi tanggal 2 Jumadil Akhir 1440 H (7 Februari 2019) yang merujuk pada Dekrit Kerajaan. Surat itu diikuti dengan surat Muassasah Muthawwif Jemaah Haji Asia Tenggara kepada Ketua Kantor Urusan Haji Indonesia. Isi suratnya adalah pelarangan menggunakan istilah wisata religi (siyaahah ad-diiniyyah) untuk kegiatan haji dan umrah.
“Sekarang, istilah itu dilarang untuk kegiatan apapun yang terkait dengan haji, umrah, atau ziarah ke Masjid Nabawi,” kata Konsul Haji atau Staf Teknis Haji KJRI di Jeddah Endang Jumali seperti dikutip dari keterangan tertulisnya kepada media (*)