- Ledakan restoran cepat saji atau fast foods memicu lahirnya gerakan Slow Food, yang memiliki impian bahwa suatu saat tanaman dan ternak konsumsi akan diproduksi secara alamiah, tidak terburu-buru dan dalam jumlah besar demi pasar.
- Pestisida, hormon, antiobiotik, dan obat-obatan sintetis pun disingkirkan. Dengan sendirinya, keseimbangan alam akan terjaga, karena makhluk yang hidup di sekitar ekosistem pertanian tidak terbunuh.
Sehatalami.co ~ Sadar atau tidak, pola makan kita sudah kerasukan gaya cepat saji (fast food). Hal ini mengusik hati seorang jurnalis dan pemerhati pola hidup sehat asal Italia, Carlo Petrini, yang kemudian menggalakkan gerakan Slow Food sebagai perlawanan terhadap globalisasi fast food. Bakal berhasilkah Petrini?
Fast food muncul karena tuntutan manusia sendiri, yang dalam aktivitasnya membutuhkan sesuatu yang serba cepat. Tua maupun muda, maunya serba instan.
Dalam guyonan saat memesan menu di rumah makan misalnya, si pemesan kerap melontarkan ujaran “Jangan pakai lama ya?”. Awalnya memang cuma guyonan, tapi lama kelamaan dianggap sebagai keharusan, baik oleh pemesan maupun pengelola rumah makan. Alhasil, kebutuhan makan menjadi hanya sekadar mengusir lapar.
Terkadang, demi ritual, sarapan dilakukan di atas kendaraan sambil bermacet ria, lalu makan siang dilaksanakan sambil meneruskan pekerjaan, sedangkan makan malam disantap sambil membaca koran atau majalah yang sepanjang hari itu belum sempat tersentuh. Semua dilakukan karena harus mengejar waktu.
Manusia modern memaknai waktu dengan uang. Time is money. Ritual makan dengan tenang sekeluarga sambil mengobrol santai dan mengunyah makanan hingga lumat pun semakin luntur. Kepraktisan memang menjadi nilai plus santapan fast food.
Apalah artinya fast kalau tidak praktis? Bahkan ia sudah menjadi semacam gaya hidup. Ada rasa bangga ketika orang-orang kampung yang mampir ke kota dan bisa mencicipi makanan cepat saji yang nama-nama restorannya sudah mendunia.
Namun, di balik kepraktisan dan gengsi tadi, fast food biasanya rendah serat, kurang lengkap gizi, namun berlimpah lemak jenuh, kolesterol, gula, dan kalori. Hal ini akan membebani sistem metabolisme tubuh ketika mencerna, apalagi jika disantap terburu-buru. (bersambung).