Banyak anak sekolah tidak sempat sarapan di rumah saat harus berangkat pagi ke sekolah. Solusinya, jajan di lingkungan sekolah menjadi pilihan praktis buat anak-anak yang tidak sempat sarapan di rumah. Jajanan seperti apa yang baik? Kantin sekolah mempunyai andil besar.
Sehatalami.co ~ Hari gini mengalami kurang gizi? Mungkin Anda agak terkesima mendengar istilah ‘kurang gizi’ dan membayangkan gambar-gambar anak busung lapar atau tubuh yang kurus kering. Apalagi jika istilah ini dialamatkan pada anak-anak yang ada di sekitar kita, di tengah kota metropolitan ini.
Benar, menurut penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Kusuma Buana (YKB), sebuah lembaga swadaya masyarakat peduli kesehatan, terhadap lebih dari 5.000 murid (dari 200 Sekolah Dasar) di DKI tahun 2008, menunjukkan 13% anak mengalami kurang gizi, 28% menderita anemia.
Kasus anemia, diukur berdasar kadar Hb (hemoglobin) darah. Salah satu penyebab anemia – selain kekurangan zat besi – adalah cacingan yang mencerminkan secara umum kondisi sanitasi lingkungan dan perilaku hidup yang kurang bersih dan tidak sehat. Selain itu, yang juga memprihatinkan dalam uji laboratorium terhadap kualitas jajanan anak-anak sekolah di DKI.pada 2008 lalu, masih ada kontaminasi bakteri E.coli, Salmonela, Enterobacter dalam jajanan mereka.
Sedangkan status kurang gizi yang disandang para murid menunjukkan cerminan dari pola makan yang tidak memenuhi persyaratan gizi seimbang. Parameter yang diukur adalah berat badan serta tinggi badan pada kelompok umur tertentu. Ada lagi pengukuran berdasar indeks masa tumbuh. Jika angka pengukuran tidak mencapai indeks masa tumbuh, anak yang bersangkutan digolongkan sebagai kurang gizi.
Pelajaran menarik yang juga bisa dicermati dari hasil pengukuran ini, bahwa orangtua perlu waspada jika anaknya berkembang menjadi sangat gemuk. Ternyata tidak semua murid-murid yang berbadan ginuk–ginuk menggemaskan itu memenuhi standar kecukupan gizi, malah ada di antara mereka yang mengalami kurang gizi.
“Setelah pola makan mereka dicermati, ternyata pola makannya cenderung tinggi lemak dan protein, tetapi kurang vitamin dan mineral, karena kurang makan sayur dan buah segar. Anak-anak ini mengkonsumsi junk food berlebihan,” kata Dra Mundi Mahaswiati, koordinator program kesehatan sekolah di YKB.
Masih menurut pengamatan YKB, rupanya masih banyak anak yang berangkat ke sekolah tanpa sempat sarapan (17%), akibatnya mereka jajan di kantin sekolah, warung, atau pedagang kaki lima di sekitar sekolah.
Padahal apa yang dimakan anak sangat menentukan kesehatan dan kecerdasannya. Kebiasaan mengkonsumsi junk food, makanan olahan berlebihan, apalagi yang diawetkan, mudah menimbulkan kekurangan gizi kronis pada anak-anak. Jika kebiasaan ini terus berlangsung sampai remaja, pengaruh buruknya akan dituai saat mereka dewasa.
Ancaman di balik jajanan anak
Akibat kekurangan gizi kronis tidak hanya menurunkan tingkat kecerdasan anak; tetapi fenomena baru yang ditampilkan dengan perilaku anak yang pemarah, agresif, meningkatnya kasus-kasus gangguan konsentrasi seperti autisme, ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder), Down Syndrome dan lain-lain, semakin mengkhawatirkan.
Hal-hal yang terkait dengan gangguan perilaku inilah yang menjadi perhatian khusus ahli terapi nutrisi mengingat pola konsumsi makanan yang tidak sehat ini bisa diturunkan pada generasi berikutnya. Oleh sebab itu edukasi kepada murid, oran tua, dan guru-guru sekolah tentang kualitas gizi , khususnya dalam jajanan anak-anak, perlu terus digalakkan (lihat boks).
Pengaruh kualitas gizi terhadap kekerasan remaja sudah diteliti oleh Hiroshi Osawa, seorang guru besar dari Universitas Iwate, Jepang, sejak 1984. Banyak tindak kekerasan yang diakibatkan konsumsi berlebihan makanan ringan kalengan. Selain itu juga diperlihatkan hubungan antara perilaku pemarah dan penurunan konsentrasi dengan ketidakseimbangan metabolisme glukosa dalam otak. Ketidakseimbangan ini erat kaitannya dengan konsumsi gula dan karbohidrat olahan yang berlebihan.
Bagi anak yang sensitif, pengawet dan pewarma makanan bisa mencetuskan alergi, selain menyebabkan gejala diare. Alergi yang disebabkan zat aditif atau zat tertentu pada makanan bisa mempengaruhi suasana hati dan perilaku.
Waspada jajanan berbahan zat aditif sensitif
Bahkan untuk jangka panjang akan meningkatkan risiko penyakit kanker. Asupan garam monosodium glutamat (MSG) dalam jumlah yang banyak dan terus menerus dalam jangka pendek akan membuat anak sering haus, pusing, dan mual. Sedangkan gejala yang ditimbulkan oleh zat pembuat alergi tersebut bisa bermacam-macam, misalnya kurang gairah belajar, mengantuk, kurang konsentrasi, cemas, dan menurunnya daya ingat.
Berbagai akibat konsumsi bahan tambahan (zat aditif seperti pengaset dan pewarna) makanan yang berbahaya masih banyak ditemukan dalam jajanan anak dan berakibat buruk pada kesehatannya. Misalnya pemanis buatan, pewarna buatan (yang seharusnya untuk tekstil namun digunakan untuk permen, minuman, bahkan terasi), bahan pengawet untuk mengenyalkan bakso dan tahu bisa mencetuskan muntah, diare, hingga kram perut, sampai kanker.
Solusi yang mendasar untuk permasalahan ini perlu dikembalikan kepada keluarga masing-masing. Semua kebiasaan baik perlu ditanamkan dari rumah, termasuk kebiasaan makan. Kebiasaan sarapan atau pun membawa bekal dari rumah adalah salah satu contoh kebiasaan yang baik. Anak-anak yang tidak dibiasakan jajan umumnya tidak akan banyak jajan di sekolah.
Seharusnya disadari bahwa lingkungan sekolah berperan penting dalam membentuk kebiasaan anak, terutama peran guru dalam pendidikan kesehatan di sekolah untuk mengembangkan wawasan anak sehingga anak bisa memilih jajanan yang sehat dan aman. Sungguh patut dicontoh sekolah-sekolah yang secara khusus telah memberikan perhatian konsumsi makanan untuk para muridnya dengan menyediakan kantin sehat. (SA)