Bisa “hidup kembali”
Tanaman yang tingginya hanya mencapai sekitar 15 cm ini masih keturunan famili Brassicaceae. Bunganya berwarna putih keabu-abuan, dengan bentuk daun bergelombang di bagian pinggirnya. Rumput fatimah termasuk jenis tumble weed – tanaman yang tubuhnya tidak akan terlepas dari akar meskipun telah kering. Biasanya, tanaman ini tumbuh di gurun pasir dan ikut menggulung di permukaan pasir, terbawa tiupan angin.
Bila kemarau datang, seluruh tangkai, daun, dan bunga rumput fatimah memang akan menggulung ke dalam, mengering, lalu “mati suri”. Disebut demikian, karena jika direndam di dalam air, seluruh tangkai, daun, dan bunganya bisa mekar kembali.
Konon, proses “mati suri” tersebut merupakan mekanisme alamiah rumput fatimah dalam memperpanjang usia dan mempertahankan diri. Dalam keadaan tergulung, ia akan dapat melindungi biji-bijinya sekaligus “hidup kembali” saat diguyur hujan. Beberapa referensi menyebutkan, dijadikannya rumput fatimah sebagai simbol harapan adalah karena keunikannya itu.
Dipercaya melancarkan persalinan
Rumput fatimah biasanya diperjualbelikan dalam bentuk kering. Orang-orang di berbagai penjuru dunia memanfaatkannya untuk berbagai keperluan. Pada saat Natal misalnya, kaum Nasrani dan Kristiani kerap menjadikannya sebagai pelengkap dekorasi rumah. Sebagian orang juga menggunakan rumput fatimah untuk menghias akuarium. Maklum saja, dalam keadaan terendam air, bentuknya memang mirip terumbu karang.
Namun rupanya, kisah mengenai Maria memang tidak bisa dilepaskan begitu saja dari rumput fatimah. Sebagian orang mengidentikkan mekanisme “mati suri” tanaman tersebut dengan membuka dan kembali menutupnya rahim perawan suci Maria. Entah bagaimana asalnya, rumput fatimah pun dipercaya mampu memperlancar proses persalinan.