Asam lemak omega-6. Di dalam cokelat tersimpan sejumlah asam lemak, di antaranya asam lemak jenuh stearat dan palmitat, tapi dalam jumlah terbatas dan sifatnya menetralkan. Sedangkan asam lemak tak jenuh tunggal yang banyak terdapat dalam lemak cokelat adalah asam lemak oleat (omega-9). Ada juga asam lemak tak jenuh jamak linoleat (omega-6). Kandungan asam lemak tak jenuh yang dominan membantu menurunkan kadar ‘kolesterol jahat’ LDL.
Sayangnya, lemak baik ini tidak selamanya terdapat dalam produk olahan cokelat. Setelah diperam dan dikeringkan, biji-biji cokelat dikupas lalu digiling hingga menjadi bubur cokelat (chocolate liquor). Namun dalam bentuk bubur, pengangkutan dan penggudangannya akan makan tempat.
Selain itu, karena kadar lemaknya tinggi (53 persen) dan titik cairnya rendah (30 – 40 oC), lemak cokelat mudah meleleh, sehingga mengotori. Kerugian lain, bubur cokelat gampang tengik.
Guna menghindari kerugian akibat kadar lemak cokelat tersebut, bubur cokelat tadi dipres, sekalian untuk mengeluarkan lemaknya. Hasilnya, berupa balok-balok cokelat yang rasanya pahit (bitter chocolate). Baru ketika hendak diolah menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat blok alias cokelat masak (cooking chocolate), lemak cokelat ini dicampurkan kembali, untuk membentuk tekstur dan menghidupkan aroma cokelat olahan.
Namun ternyata tidak semua pabrik mencampurkan kembali lemak cokelat tersebut. Sebagian lebih memilih menggantinya dengan minyak goreng ditambah esens cokelat, karena lebih murah. Karena itu, untuk mendapatkan efek antikolesterolnya, pilihlah produk olahan cokelat mengandung lemak cokelat murni (perhatikan labelnya). Bisa juga dengan mengkonsumsi cokelat bubuk, karena masih mengandung lemak alami cokelat kurang-lebih 20 persen. (SA)