Pelaku usaha wajib menjamin keamanan dan mutu pangan yang diedarkan secara daring.” Selain itu, produk pangan olahan dalam kemasan eceran juga harus memiliki izin edar.
Sehatalami.co ~ Bukan rahasia lagi jika di masa pandemi Covid-19 ini, banyak konsumen beralih ke model belanja online. Itu artinya ada banyak proses yang terlibat dalam transaksi online. Mulai dari saat proses pemilihan dan pengemasan barang, serta penggiriman dan penerimaan barang. Melibatkan penmjual, jasa pengiriman, dan tentu konsumen sebagai pengguna akhir produk yang di konsumsi. Itu semua tentu harus bisa terjamin aspek keamanan dan kesehatannya.
Terkiat dengan upaya tersebut, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengadakan webinar bertajuk cara menciptakan ekosistem industri pangan yang aman pada jasa layanan antar daring (online). Menghadirkan para pembicara, Felippa Amanta selaku kepala peneliti di CIPS, Rosel Lavina selaku VP Corporate Affairs Gojek – Food Ecosystem, dan Dra. Reri Indriani, Apt., M.Si. selaku Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Acara berlangsung, Selasa (15/9).
Baik Gojek dan BPOM dinilai memiliki peran besar dalam menjamin keamanan pangan di tengah jasa pesan makanan online yang kian marak. Apalagi data McKinsey tahun 2020 mengungkap 34% konsumen yang mereka survei lebih banyak memesan pengantaran makanan online sejak pandemi Covid-19.
Felippa menuturkan, bahwa pola konsumsi masyarakat sudah berubah. Ia mengatakan semakin banyak konsumen, terutama populasi urban, membeli makanan dari jasa layanan pesan antar makanan online
“Banyak sekali channel untuk membeli makanan secara daring seperti marketplace, aplikasi agregator makanan layaknya Gojek, atau aplikasi pengiriman pesan seperti WhatsApp. Pada PSBB Jakarta (sekarang) diprediksi juga akan mendorong penggunaan layanan ini,” ungkap Felippa.
Ia juga menambahkan di Indonesia, industri jasa pesan antar makanan online diperkirakan tumbuh sebesar 11,5% setiap tahun antara 2020-2024. Sayangnya praktik pesan antar makanan ini belum dibarengi terjaminnya keamanan pangan yang diperjualbelikan.
Sementara itu, Ernawanti yang melakukan penelitian pada 2018 melaporkan bahwa sekitar 35% makanan olahan kemasan yang dijual di sebuah situs marketplace, tidak memiliki izin atau label makanan yang diwajibkan. Proxy lainnya, terdapat 1 juta kasus diare di tahun 2018.
Lantas siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas keamanan pangan di tengah jasa pesan makanan online? BPOM dan Gojek dalam hal ini angkat bicara. Chairun Nissa menjelaskan BPOM sebagai perwakilan dari pemerintah telah mengeluarkan regulasi.
Terdapat 5 kunci keamanan pangan dari BPOM yang selaras dengan panduan WHO. Kelimanya adalah menjaga kebersihan dan sanitasi; memisahkan daging, unggas, dan hidangan laut mentah dari makanan lain; masak dan memanaskan makanan dengan tepat; menyimpan makanan pada suhu yang aman; dan menggunakan air dan bahan mentah yang aman. Juga jangan konsumsi makanan yang lewat kedaluwarsa.
Terbaru BPOM mengeluarkan PerBPOM No. 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara Daring. Ia menjelaskan, “Pelaku usaha wajib menjamin keamanan dan mutu pangan yang diedarkan secara daring.” Selain itu, produk pangan olahan dalam kemasan eceran juga harus memiliki izin edar. Namun Felippa menyoroti berbagai hal di dalam peraturan ini yang perlu dievaluasi supaya makin efektif.
- Soal pembentukan fasilitator keamanan pangan yang belum jelas implementasinya.
- Tambahan liabilitas belum dibahas secara teknis terutama perbedaan antara jasa antar oleh restoran secara langsung atau menggunakan pihak ketiga.
- Terkait penghapusan sanksi administratif berupa ganti rugi yang sebelumnya terdapat pada UU Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan, Felippa berpendapat, terkadang konsumen mengalami kerugian secara ekonomis akibat pangan yang tidak aman.
- Menurut Felippa peraturan ini masih minim sosialisasi dan konsultasi publik, dan ini dapat berakibat pada pelaksanaan dan implementasi yang kurang kuat.
Dalam webinar ini, Rosel Lavina dari Gojek yang merupakan pihak ketiga dalam jasa pesan makanan online juga memberi pemaparan. Dari sisi pengantaran, Gojek berupaya mengaplikasikan kampanye J3K yang diusungnya.
“Kampanye ini membantu memastikan ekosistem (pengantaran makanan) dari hulu ke hilir ini terjaga kehigienisannya,” kata Rosel. Adapun J3K yang dimaksud adalah “Jaga Kesehatan, Kebersihan dan Keamanan.”
Rosel menjelaskan sejak awal pandemi mereka juga sudah mengadakan online training di kalangan komunitas partner GoFood. “Materinya mengenai keamanan pangan dan Covid-19 itu sendiri,” ujar Rosel.
Hal lain yang dilakukan adalah mendirikan 130 titik posko aman dimana para mitra Gojek selalu dicek sanitasi, suhu tubuh, dan dilakukan desinfeksi terhadap mereka. Lalu untuk menjaga kualitas makanan, Gojek memberikan kartu suhu tubuh, paket sanitasi untuk mitra GoFood, hingga segel pengaman makanan untuk para penjual GoFood dalam melayani pesan makanan online. (SA).