Karyawan dengan potensi tinggi tidak selalu memiliki kinerja baik. Ada banyak kasus, karyawan tidak mampu menunjukkan kinerja dan etos kerja yang baik, dalam suatu periode. Mengapa bisa terjadi, apa yang bisa dilakukan?
Sehatalami.co ~ Motivasi dan semangat kerja setiap orang berbeda. Itu benar. Namun satu hal yang pasti, setiap orang membutuhkan pekerjaan. Bukan saja sebagai ruang untuk aktualisasi diri. Juga karena bekerja atau berkreativitas adalah bagian dari pemenuhan tanggung jawab terhadap kehidupan, baik terhadap diri sendiri maupun keluarga. Itu maka, normalnya setiap orang memiliki gairah atau semangat yang tinggi dalam bekerja atau berkarya. Kapan pun dan di mana pun.
Persoalannya adalah, apakah motivasi kerja, semangat dan etos kerja yang dimiliki seorang karyawan sejalan dengan visi dan misi serta rencana sukses perusahaan? Itu soal lain. Padahal, menurut Ekuslie Goestiandi, Pengamat Management dan penulis buku Trilogi Pembelajaran, karyawan dengan etos kerja tinggi biasanya akan berbanding lurus dengan kontribusi maksimal di dalam organisasi perusahaan.
Pada gilirannya hal ini akan berkontribusi positif terhadap performance management. Begitu pun sebaliknya, karyawan dengan etos kerja rendah, bukan saja tidak produktif, tetapi dapat berpengaruh terhadap kinerja rendah dari organisasi dan lingkungannya.
Dead beat employees
Kenyatannya masih banyak karyawan yang bekerja hanya sekadar memenuhi standar yang ditugaskan. Mereka bisa saja datang ke kantor setiap hari, namun tidak menunjukkan gairah, semangat atau etos kerja yang tinggi, seperti tercermin dari sikap dan caranya menangani pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
DR. Achmad S. Ruky, Pakar dan Praktisi HR Management Indonesia, yang juga Komisaris Independent PT. Krakatau Steel, Tbk., menyebut sejumlah karyawan yang selama masa periode tertentu tidak menunjukkan kinerja terbaik ( high performance) alias di bawah standar etos kerja ini dengan istilah, dead beat employees. Mereka ini sebenarnya memiliki potensi yang baik untuk berkembang, namun tidak dapat dioptimalkan.
Pertanyaannya, mengapa bisa demikian? Padahal, banyak perusahaan di negera-negara maju menyadari sepenuhnya bahwa etos kerja tinggi adalah salah satu bagian dari kunci sukses perusahaan dalam menghadapi persaingan global.
Baca juga: Online Workshop, Tetap Tenang di Saat Krisis – Melepas Pikiran Negatif+Fokus pada Pikiran Inspiratif
Menjawab pertanyaan ini, Awali, seorang Expert HR Management, mengatakan bahwa etos kerja seorang tidaklah berdiri sendiri. Memang benar bahwa etos kerja seseorang merupakan bagian dari bawaan atau sikap hidup ( atitute ) yang melekat pada diri seseorang. “Namun bukan berarti tidak terkait dengan faktor eksternal,” ujarnya.
Awali menjelaskan, dalam banyak karus ketenagakerjaan di Indonesia, sering terjadi semangat dan etos kerja seorang karyawan dipengaruhi oleh faktor lingkungan di tempat kerja. Sebagai contoh misalnya, “Ada banyak perusahaan yang masih menganggap besaran gaji, dapat menyelesaikan persoalan etos kerja yang rendah, padahal di era persaingan dunia usaha yang semakin ketat ini, faktor gaji bukan satu-satunya alasan orang untuk bekerja atau bertahan di suatu perusahaan,” ujar Awali.
Sebab bukan rahasia lagi, jika setiap orang memiliki visi yang berbeda terhadap jenis pekerjaan serta persepsi yang berbeda terhadap cara perusahaan memperlakukan karyawan. “Itu maka kesesuaian antara visi dan nilai-nilai individual dengan visi, misi, dan nilai-nilai korporasi menjadi sangat penting,” katanya. Apalagi di era teknologi, dimana arus informasi begitu deras, sehingga semakin membuka mata setiap karyawan terhadap kesempatan yang semakin terbuka.
Karenanya, menjadi penting bagi para praktisi HR Management di Indonesia, untuk semakin memahami kebutuhan karyawan, sehingga dapat membantu menciptakan suasana kerja yang kondusif untuk membantu mendongkrak etos kerja setiap karyawan.
Misalnya saja, dengan memberikan iklim kerja kondusif dan adanya jaminan karir yang terbuka dan lebih kompetitif, lebih fleksibel dalam pengaturan waktu dan tempat kerja ( remote office), serta fleksibel dalam pengaturan jam kerja ( flecxible time). “Di banyak negara, hal-hal seperti ini sudah mulai ditawarkan oleh banyak perusahaan, “ kata Awali.
Faktor eksternal lain yang turut mempengaruhi etos kerja karyawan di suatu perusahaan adalah leadership. Karyawan akan bekerja dengan etos kerja tinggi, jika merasa ada imbalan yang baik dan diperhatikan oleh atasan atau pimpinan. Sebaliknya, jika tidak diperlakukan dengan baik, bisa saja loyalitas mereka tidak pada perusahaan, tetapi kepada profesi.
Tidak mengherankan jika menurut penelitian yang dilakukan oleh Towers Watson Indonesia, ada sekitar 40 persen karyawan muda dengan kinerja dan etos kerja yang baik di Indonesia, memiliki anggapan bahwa jika ingin mengembangkan karirnya, maka jalan satu-satunya adalah pindah ke perusahaan lain. “Mereka ini bahkan telah memiliki rencana pindah ke perusahaan lain dalam dua tahun kedepan, karena merasa tidak puas dengan tempat kerja saat ini,” tutur Awali. (bersambung).