Alam pun seperti itu. Jika Anda tidak menyukuri pemberianNya, maka Allah melalui alam semesta tidak akan memberikan sesuatu ‘hadiah’ lagi kepada Anda. Demikian juga Anda harus jeli dalam setiap musibah, Anda harus tetap bersyukur karena tidak terjadi musibah yang lebih fatal. Dengan demikian alam semesta akan membalasnya dengan selalu melindungi Anda. Inilah salah satu prinsip dalam hukum alam yang dipercaya Dr Demartini.
Apakah syukur itu sebenarnya? Menurut Dr Demartini, syukur adalah suatu perasaan terima kasih yang mendalam yang melibatkan seluruh jiwa Anda dan ditujukan kepada Yang Maha Kuasa. Kita ucapkan dan hayati dengan takzim dan hening.
Apa bedanya dengan rasa senang yang meluap-luap? Ingat ketika lulus SLTA dan diterima di salah satu universitas kita meloncat gembira? Ucapan itu belum mencerminkan rasa syujur, karena disitu tersirat rasa bangga diri cenderung ke arogan.
Padahal rasa syukur dihayati dengan ketenangan dan keseimbangan jiwa (inner calm), serta rasa terima kasih yang mendalam. Anda merasakan kehadiran Yang Maha Kuasa di situ, yang memberikan keberuntungan atau memberikan bantuan lolos dari musibah yang lebih dahsyat. Semacam doa terima kasih kepada Allah. Rasa syukur tidak bisa didampingi oleh arogansi atau berbangga diri.
Dua jenis rasa syukur
Ada dua macam rasa syukur menurut Dr Demartini, yaitu rasa syukur yang ‘palsu’ (false thanksgiving) dan rasa syukur yang tulus (real thanksgiving). Yang pertama terucap ketika Anda sedang dalam keadaan tidak puas terhadap hidup Anda.
“Oh Tuhan, semua menjadi kacau. Tolong atur!” dan Anda senang ketika semua menjadi teratur kembali. Tetapi lain waktu Anda melakukannya lagi dan keadaan menjadi kacau lagi. Dalam kasus ini, Anda merasa senang ketika masalah terpecahkan, tetapi Anda tidak sungguh-sungguh mensyukurinya. Ya, hanya senang saja. Lain kali begitu lagi. (bersambung).