Mengejar kesempurnaan ternyata tak selamanya membawa kebahagiaan. Bahkan, mungkin saja Anda merasakan kekecewaan dan stres. Jalan keluarnya tentu bukan dengan serta merta menghilangkan semua keinginan kita untuk menjadi sempurna, tapi mengelolanya untuk kemajuan diri kita.
Sehatalami.co ~ Selamat tahun baru 2020. Selamat dan doa bahagia untuk kita semua. Tak peduli apa pun keadaan kita. Sebab bahagia sejatinya adalah pilihan. Meski tentu, tidak ada manusia yang sempurna. Tetapi, hidup memang tak harus selalu sempurna bukhan? Meski kenyataannya, dalam setiap hal yang kita lakukan, kita ingin semuanya berjalan dengan sempurna, sesuai rencana, dan mendapatkan semua yang kita inginkan. Itu wajar. Hampir semua orang memiliki sifat demikian.
”Kita hidup dalam masyarakat yang mengistimewakan kesempurnaan,” kata Edward Chang, Associate Professor dalam bidang psikologi klinis di University of Michigan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita memberikan tepuk tangan meriah pada mereka yang berusaha keras dan sukses mencapai prestasi puncak, di bidang olahraga, akademis, maupun pekerjaan.
Dengan latar belakang ini, tak bisa disalahkan jika kita semua mengidamkan rumah yang indah, pernikahan yang bahagia, pekerjaan yang menghasilkan uang banyak dan pangkat tinggi yang bergengsi, mobil mewah, pendidikan paling tinggi, dan sebagainya.
Kesempurnaan tak selalu baik
Tapi kenyataannya, mengejar kesempurnaan tak selalu berarti positif. Gina Ogden, PhD, penulis buku The Return of Desire: a Guide to Rediscovering Your Sexual Passion, mengatakan segala sesuatu yang kita hubungkan dengan kesempurnaan, seperti kebutuhan untuk diterima semua orang atau kebutuhan untuk mengontrol segala hal, sesungguhnya bertentangan dengan kondisi psikologis yang sehat, seperti penerimaan diri, keihklasan, dan kebahagiaan.
Penelitian yang dilakukan oleh York University terhadap 87 orang aktor, penari, dan musisi menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat perfeksionisme mereka, maka semakin tinggi pula kecemasan yang mereka rasakan. Hasil yang sama diperoleh dalam penelitian terhadap lebih dari 500 orang di University of Michigan, yang menemukan bahwa perfeksionisme berhubungan erat dengan penurunan tingkat kepuasan hidup, juga dengan kecemasan dan stres.
Kebaikan di balik ketidaksempurnaan
Sebaliknya, dalam penelitian yang dilakukan di PsyMax Solution, sebuah perusahaan yang berbasis di Cleveland, Amerika Serikat, ditemukan bahwa para CEO (Chief Executive Officer) yang mendapat skor kreativitas di atas rata-rata ternyata adalah mereka yang justru cara bekerjanya tidak terlalu rapi/teratur dibandingkan CEO yang lain. (bersambung).