Belakangan ini kita seperti didorong untuk menerima derasnya arus perubahan yang terjadi di sekitar kita. Percepatan perkembangan tekonologi informasi, seolah mendorong kita untuk siaga, tanpa jeda melihat perubahan apa lagi yang mesti segera kita adaptasikan dalam kehidupan sehari-hari. Meski begitu, seringkali kita merasa takut dan tak siap menghadapi perubahan dalam kehidupan. Bagaimana mengatasinya?
Fenomena munculnya transportasi berbasis teknologi aplikasi, juga layanan belanja online, hanyalah contoh kecil saja, dari perubahan yang harus kita hadapi. Ada yang menerima dan dapat beradaptasi dengan cepat. Namun, juga ada yang tidak siap, dan justru menyikapinya sebagai sebuah kesalahan besar ( big mistake) dan ancaman.
Padahal seperti kata, Heraclitus, Filsuf Yunani ( hidup 535-475 SM), di dunia ini ”Tak ada sesuatu yang abadi, selain perubahan itu sendiri.” Kalimat ini tentu tak diragukan kebenarannya, karena kita sendiri bisa merasakan betapa kehidupan sangat dinamis; terus berubah, tanpa bisa kita prediksi.
Memang, tidak selamanya perubahan itu bermakna positif. Kondisi ekonomi dunia yang sedang terpuruk saat ini misalnya, membuat banyak orang yang sebelumnya hidup berkecukupan, mengalami masalah finansial akibat pemutusan hubungan kerja atau kebangkrutan usaha.
Perubahan memang seringkali tak bisa kita duga akan menuju ke arah perbaikan atau sebaliknya. Kondisi inilah yang sering membuat kita menjadi takut untuk berubah lalu tetap diam di tempat. Padahal, tempat kita biasa berdiri itu – sering disebut sebagai zona nyaman – belum tentu yang terbaik. Sementara, jika kita berani berubah, mungkin saja itu adalah kesempatan untuk membuat diri kita menjadi lebih baik, jauh melampaui yang kita bayangkan.
Untuk bisa beradaptasi dengan perubahan, dibutuhkan keberanian menyingkirkan semua halangan. Beberapa di antaranya :
1. Buang Rasa Takut Terhadap Perubahan
Dr Handry Satriago, CEO General Electric Indonesia, dalam sebuah kesempatan di event HR Expo 2015 mengungkapkan, “Revolusi digital dengan media sosial dan situs jejaringnya, tampaknya memberi sumbangan terbesar bagi terbentuknya komunitas global yang semakin komplek ini,” katanya.
Perubahan ini membawa dampak dan konsekuensi ke arah persaingan global dalam berbagai bidang yang semakin ketat dan tidak menentu (uncertainty).
Ironisnya, situasi tidak menentu inilah yang paling ditakutkan banyak individu. Ketakutan ini misalnya, banyak ditandai dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan dalam diri sendiri: Bagaimana kalau aku gagal? Bagaimana kalau aku salah? Atau bagaimana kalau situasinya lebih buruk dari sekarang?
Rhenald Kasali, penulis buku Change dan Re-code Your Change DNA, menganggapi ketakutan ini dengan mengatakan bahwa perubahan memang belum tentu membuat sesuatu menjadi lebih baik. Tapi ia mengingatkan, ”Tanpa perubahan tidak akan ada pembaharuan dan kemajuan.”
Sementara, Susan Jeffers, dalam bukunya yang berjudul Feel the Fear and Do it Anyway mengatakan bahwa menghadapi ketidakpastian akan terasa lebih mudah jika kita menganggap semua kesempatan yang kita miliki untuk berubah berharga dan menyenangkan. ”Tidak ada keputusan yang salah. Yang ada hanyalah kesempatan yang berbeda,” tegasnya. Yang perlu kita lakukan hanyalah memilih, mana yang akan kita lakukan saat ini. ( bersambung)