Tidak sedikit yang tidak dapat membedakan dan mendeteksi secara dini penyakit demam dengue dan demam berdarah (dengue). Ada yang salah memberikan obat sebagai pertolongan pertama.
Tidak hanya di musim penghujan. Di musim panas pun, infeksi penyakit demam berdarah dengue (DBD) tetap mengancam. Pusat Komuniksi Publik Departemen Kesehatan (Depkes) melaporkan, penderita DBD cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2006, penderita DBD tercatat 114.656 orang dengan korban meninggal 1.196 orang.
Tahun 2007, sampai pertengahan November, jumlahnya naik menjadi 127.687 orang dan 1.296 meninggal.
DKI Jakarta menempati urutan pertama sebagai kota dengan jumlah penderita DBD terbanyak, yakni 29.258 orang (79 meninggal). Diikuti Jawa Barat 25.715 kasus (249 orang meninggal) dan Jawa Timur (19.109 kasus, 267 meninggal).
Secara umum, penanganan DBD sering tidak tepat. Ibu-ibu yang punya anak usia 1-12 tahun di Jakarta kebanyakan menunggu 1-3 hari, dengan melakukan pengobatan sendiri di rumah. Bila demam tidak juga turun, baru dibawa ke dokter.
Menurut dr. Rajendra Hendrajied, Associate Mecical Director GlaxsoSmithKline Indoensia, survai juga menemukan 81% ibu-ibu tidak memahami dan memperhatikan kandungan zat aktif pada obat penurun demam.
Selain itu, 76% obat OTC (obat bebas) penurun demam yang diberikan di wilayah perkotaan di Indonesia adalah produk yang mengandung asam asetilsalisilat. Yaitu jenis bahan aktif yang tidak sesuai untuk anak, karena diduga berkaitan dengan sindrom Reye. (bersambung).