Rawan kesalahpahaman
James Borg, penulis buku Body Language: How to Know What’s Really Being Said, mengatakan bahwa komunikasi antar manusia terdiri dari 93% bahasa tubuh, sementara 7% sisanya adalah kata-kata. Itulah mengapa ada istilah “bersilat lidah” – yang berarti mengucapkan sesuatu yang tak sesuai dengan kenyataan – tapi tidak ada istilah “bersilat bahasa tubuh’, bukan?
Meski begitu, Gerald I. Nierenberg dan Henry H. Calero, penulis buku How to Read a Person Like a Book, mengingatkan bahwa bahasa tubuh pun seringkali menimbulkan kesalahpahaman. “Kita mungkin akan menemukan gerakan-gerakan tubuh yang diakibatkan oleh gangguan atau kekhasan fisik seseorang. Gerakan berulang yang dipengaruhi oleh kebiasaan juga mungkin muncul, dan bukan sebagai sinyal atas sikap tertentu,” demikian Nierenberg dan Calero.
Karenanya, untuk menghindari kesalahpahaman, Michael Lee, seorang konsultan perkembangan diri, mengatakan “ Jika Anda ingin memahami bahasa tubuh seseorang, jangan hanya memperhatikan satu bagian, tapi bacalah semua gerak tubuh yang ia lakukan.”
Lain ladang lain belalang…
Tak hanya itu, perbedaan budaya pun seringkali mempengaruhi bagaimana seseorang memahami bahasa tubuh orang lain. Di Indonesia misalnya, ketika seseorang menganggukkan kepalanya, ia menyetujui sesuatu. Tapi, orang India justru mengayunkan kepala dengan membentuk gerakan seperti angka delapan untuk berkata “ya”. Ayunan kepala itu nyaris seperti menggelengkan kepala, yang dalam budaya di Indonesia justu berarti “tidak”. .
Bagi orang Amerika, jari telunjuk dan jempol yang membentuk lingkaran berarti pekerjaan sudah selesai dikerjakan, atau berarti bagus, atau bisa juga merupakan suatu persetujuan. Tapi, bagi orang Yunani posisi jari seperti itu justru sebuah penghinaan.
Masih ada banyak perbedaan budaya yang membuat Anda mesti berhati-hati menggunakan dan memahaminya, terutama saat berinteraksi dengan orang dari lain budaya. (bersambung).