Menulis selain bisa menjadi hoby juga bisa menjadi metode terapi. Disebutkan, terpi menulis dapat membantu pasien mengelola emosi negatif serta membantu memperkuat sistem kekebalan tubuh.
Sehatalami.co ~ Menulis bisa menjadi terapi? Iya, sebetulnya sudah cukup populer menulis dikaitkan dengan terapi. Selama bertahun-tahun, banyak praktisi yang menggunakan terapi menulis dengan berbagai media, mulai dengan menggunakan media kayu, jurnal harian, kuosioner dan media tulisan yang dapat membantu orang sembuh dari stress dan trauma.
Dikutip dari studi inovatif tentang efek menulis yang dilakukan oleh Smyth pada 107 pasien asma dan rheumatoid arthritis, disimpulkan bahwa menulis dapat membantu pasien menjadi lebih baik, dan mencegah masuk ke kondisi yang lebih buruk.
Dalam penelitian ini, pasien diminta untuk menulis secara terus menerus selama 20 menit dalam tiga hari berturut-turut. Sebanyak 71 pasien diminta untuk menuliskan tentang peristiwa yang paling menegangkan dalam hidupnya sedangkan sisanya sebagai kelompok kontrol diminta untuk menuliskan tentang sesuatu hal yang netral serta kondisi emosional yang muncul dalam keseharian.
Empat bulan setelah latihan menulis, mendapatkan hasil bahwa 70 pasien yang diminta untuk menuliskan pengalaman stress menunjukan bahwa terdapat peningkatan secara objektif dibandingkan dengan 37 pasien dalam kelompok kontrol dengan jenis penyakit yang sama.
Sehingga Smyth menyimpulkan bahwa terapi menulis dapat membantu pasien menjadi lebih baik dan juga dapat mencegah untuk masuk ke kondisi yang lebih buruk.
Bisa menjadi profesi yang menjanjikan
Selain sebagai terapi, ternyata menulis bisa menjadi profesi yang menjanjikan. Meski demikian, tidak mudah untuk memulai menulis. Apalagi jika ingin menjadi penulis. Juga faktanya tidak semua penulis lahir dari bangku kuliahan alias sekolah khusus untuk para penulis. Ada banyak penulis, yang justru lahir dari hoby atau kebiasaan yang sudah dirintisnya sejak sekolah menengah.
Bahkan tak sedikit yang mengawali karir profesionalnya sebagai penulis dari sebuah ketidaksengajaan alias bukan sesuatu yang dicita-citakan. Dan uniknya, awalnya mereka menulis bukan untuk tujuan utama sebagai sebuah profesi. Bahkan memimpikannya pun tidak. (bersambung).