Di era penuh persaingan dan globalisasi ini, perlukah orangtua mendidik anak-anaknya menjadi pribadi yang perfeksionis? Apa efeknya bagi anak-anak itu setelah dewasa? Puaskah mereka atau bahagiakah mereka dengan prestasi yang dicapai?
Sehatalami.co ~ Seorang psikolog, Randy O. Frost, yang juga guru besar di Smith College, Amerika, mensinyalir bahwa dalam 20 tahun terakhir ini terjadi peningkatan perfeksionisme di Amerika. Tidak saja terjadi di kalangan bisnis dan pemerintahan, tetapi yang jelas terjadi di kalangan pendidikan.
Para guru di sekolah-sekolah menuntut murid-muridnya untuk menguasai semua mata pelajaran dengan sempurna. Para orangtua menuntut anak-anak mereka harus mendapat nilai A. Tugas-tugas harus dilakukan dengan sempurna, Kalau tidak, akan kena marah.
Sikap para guru, orangtua, dan atasan mencerminkan sikap perfeksionisme yang akhir-akhir ini makin nyata. Mengapa begitu? Apakah peningkatan ini dianggap positif atau negatif oleh para ahli?
Perfeksionis, serba sempurna?
Seorang perfeksionis menganggap bahwa segala sesuatu harus dikerjakan dengan serius dan sempurna, tidak boleh ada kesalahan, tidak boleh asal-asalan, tidak boleh ada cacat. Mengapa perfeksionis meningkat?
Menurut para ahli, persaingan di dunia kerja semakin ketat. Karena itu dibutuhkan orang-orang dengan kualitas yang sempurna. Para orangtua yang menyadari hal ini, tentu saja akan menekan anak-anaknya untuk belajar keras, menjadi yang terbaik di kelas dengan nilai selalu A.
Belakangan para ahli juga mulai menyadari bahwa seorang perfeksionis itu bisa diciptakan, bukan bawaan sejak lahir. Para perfeksionis dibentuk sejak kecil. Orangtua menuntut anak-anaknya belajar dengan serius untuk mendapat nilai A. Para guru pun demikian. Selain bertujuan untuk bersaing kelak di dunia kerja, juga bertujuan mendongkrak status sekolah maupun gengsi para orangtua murid.
Dengan sendirinya, semua itu berakibat pada semakin meningkatnya tekanan-tekanan pada anak-anak. “Penelitian kami menunjukkan bahwa orangtua yang terlalu mengkritik dan terlalu menuntut anak-anaknya untuk menjadi yang terbaik, akan cenderung membuat anak-anak tersebut menjadi perfeksionis,“ tutur Randy. (bersambung).