Dalam pemeriksaan, selain dicari tahu penyebabnya juga perlu diketahui lokasi penyumbatan saluran pernafasan (obstruksi) yang dapat terjadi pada lebih dari satu titik.
Karena itu, untuk mengetahui secara pasti, sangat perlu dilakukan pemeriksaan saluran pernafasan dengan nasofaringoskopi serat optik, mulai dari hidung hingga daerah laring.
Obstruksi pada hidung dapat terjadi akibat inflamasi mukosa (selaput lendir) atau kelainan struktural. Sedangkan obstruksi saluran napas perlu dicari lokasinya, apakah pada bagian tukak lunak (velofaring), belakang lidah (retroglosal), dan bagian antara batas atas epiglotis dan saluran yang menghubungkan tukak dan lambung (hipofaring).Lokasi obstruksi sangat penting diketahui karena berkaitan dengan derajat berat atau ringannya OSA.
Baca Juga : Kapan Tidur Ngorok Dianggap Berbahaya?
Prosedur pemeriksaan lain yang sering dilakukan di klinik gangguan tidur adalah sleep study dengan menggunakan alat polysomnography (PSG). Menurut Dr Andreas Prasadja dari Klinik Gangguan Tidur RS Mitra Kemayoran, Jakarta, penderita diminta menginap semalam di laboratorium tidur untuk perekaman fungsi-fungsi tubuhnya saat tidur. Yang direkam adalah gelombang otak, gerakan bola mata, tegangan otot, aliran udara nafas, gerakan nafas, kadar oksigen dalam darah hingga gerakan kaki.
Hasilnya berupa angka indeks henti napas atau Apnea Hypopnea Index (AHI) yang akan menentukan derajat keparahan penderita. Indeks henti napas penderita kurang dari 5 kali/jam dikategorikan OSA yang normal, antara 5-14 kali/jam tergolong ringan, antara 15-30 kali/jam dianggap sedang, dan di atas 30 kali/jam dianggap sebagai OSA berat.
Terapi problem Ngorok
Pilihan terapi yang diterapkan pun beraneka sesuai diagnosa. Mulai dari perawatan konservatif seperti diet penurunan berat badan, bila penyebab mendengkur adalah obesitas. Bisa juga dengan mengubah posisi tidur (miring). Jika dengan tidur miring ternyata Anda tidak mendengkur, kemungkinan penyebab dengkuran adalah tertutupnya jalan napas oleh lidah yang melemas dan jatuh menutupi rongga tekak. Bisa juga dicoba tidur dengan atau tanpa bantal atau meninggikan bagian kepala di tempat tidur.
Metode lain adalah dengan meniupkan udara bertekanan tetap ke jalan napas atas selama tidur untuk menjaganya agar tetap dalam keadaan terbuka. Untuk itu, selama tidur pasien menggunakan sebuah masker hidung dan mulut yang dihubungkan dengan sebuah alat yang bernama CPAP (Continuous Positive Airway Pressure).
Menurut Dr Andreas Prasadja, penggunaan alat temuan Prof Sullivan dari Sydney University tahun 1980-an ini, sudah menjadi pilihan utama karena selain pasien sudah dapat langsung merasakan perbaikan setelah pemakaian pertama ia juga bisa bangun tidur dalam keadaan segar.
“Beberapa orang yang menggunakan alat ini pada awalnya memang memerlukan adaptasi terlebih dahulu,” ujar Dr Andreas. Tapi kesulitan beradaptasi dengan CPAP bisa diatasi dengan pendampingan serta informasi ahli kesehatan tidur dan terutama dukungan dari keluarganya.
Kini jelaslah bahwa mengorok, selain menjadi masalah sosial – karena tukang ngorok cenderung dijauhi orang – juga berdampak bagi kesehatan penderitanya. Karena itu, jangan sekali-kali meremehkan tidur ngorok. (SA)