Bermurah hatilah setiap hari; walaupun hanya sedikit, tetapi dapat membuat Anda hidup lebih bahagia, lebih sehat, dan berumur panjang. Tidak percaya?
Sehatalami.co ~ Ibadah puasa tinggal menyisakan satu hari. Saat inilah waktu yang tepat bagi setiap muslim untuk berbagi dengan membayarkan zakat fitrahnya. Kewajiban amaliah zakat fitrah bagi umat muslim ini, selain sebagai pembersih jiwa bagi setiap muslim juga sekaligus sebagai penyempurna ibadah puasa.
Selain zakat fitrah juga ada zakat mall atau zakat harta. Kewajiban ini khusus bagi mereka yang mampu dan memiliki harta yang cukup – seukuran nisab dan telah genap satu tahun kepemilikannya, sehingga wajib dikeluarkan sebagaiannya untuk sedekah, bagi mereka yang membutuhkan. Disebutkan dalam ajaran Islam bahwa pada harta orang yang mampu, ada sebagian hak bagi orang yang membutuhkan.
Inilah konsep berbagi kebahagiaan dalam Islam. Kita tahu, nasib manusia satu dan lainnya berbeda-beda. Ada yang dianugerahi kelimpahan dalam hidupnya, dan ada yang serba kekurangan. Demikian tulis Prof Dr Achmad Mubarok, MA, Guru Besar Psikologi Islam di UI, UIN Jakarta, dan UIA dalam achmadmubarok@yahoo.com. Seyogayanya yang dianugerahi rezeki berkecukupan mensyukurinya dengan antara lain menyedekahkan sebagian hartanya kepada mereka yang hidup kekurangan.
Secara psikologis, pengertian bersedekah atau memberi (gift-giving) tidak hanya sampai di situ. Ada hal-hal yang lebih kompleks. Memberikan sesuatu kepada seseorang bukan berarti hanya si penerima yang senang, tetapi si pemberi pun merasa bahagia jika pemberian diberikan dengan ikhlas. Bahwa suatu pemberian yang ikhlas akan mendapat imbalan/pahala berlipat ganda dari Allah, hal itu ada dalam setiap agama. Dari sisi spiritual, alam akan merespon suatu pemberian dengan hukum alamnya “take and give”.
Umumnya pemberian dilakukan antar dua individu yang sudah saling kenal agar hubungan mereka menjadi lebih akrab. Tetapi tidak tertutup kemungkinan seorang dermawan memberikan hadiah kepada orang-orang yang tidak dikenalnya (filantropi). Dalam hal ini pemberian hadiah merupakan aktualisasi sosial.
Bagaimana dengan seorang motivator terkenal, Tung Desem Waringin, yang menyebar uang dari sebuah helikopter? Aktualisasi sosialkah itu? Ternyata tidak demikian. Penyebaran itu menurut Tung untuk kepentingan iklan. Dia mengiklankan bukunya yang baru terbit (Nirmala edisi Agusrus 2008).
Nah, mari simak, mengapa Anda sebaiknya bermurah hati kepada sesama. Apa saja manfaatnya bagi Anda?
Gift-giving & produksi hormon endorfin
Pemberian (gift-giving)tidak hanya berupa materi, tetapi juga bisa berupa bantuan tenaga, dukungan moril, hiburan dll. Sebuah penelitian yang membimbing 2.000 orang di Buck Institute for Age Research di Navaro, California, menemukan bahwa mereka yang aktif dalam kegiatan sosial pada dua atau lebih organisasi, usianya 44% lebih panjang dibanding dengan mereka yang tidak pernah aktif kerja sosial.
Kondisi tersebut bahkan mengalahkan kegiatan olahraga empat kali seminggu (30%) dan aktivis agama (29%) dalam hal umur panjang. Penelitian lain terhadap 427 wanita menunjukkan bahwa mereka yang aktif kerja sosial memiliki kesehatan fisik dan mental yang masih prima 30 tahun kemudian. Benarkah berbuat kebajikan merupakan salah satu cara untuk meraih kesehatan?
Memberikan bantuan dengan ikhlas, akan membuat si pemberi merasa senang dan relaks. Apalagi jika si penerima bahagia dengan pemberian atau bantuannya. Rasa senang dan relaks akan membuat tubuh memproduksi hormon endorfin (semacam morfin alami). Hormon ini akan menghambat produksi hormon serotonin (yang menyebabkan kita bersemangat, memicu emosi, memicu aktivitas dll.).
Aktivitas tubuh (secara fisik maupun emosi) akan memproduksi radikal bebas yang ‘melahap’ sel-sel tubuh. Jika produksi radikal bebas berlebihan, maka kesehatan tubuh terganggu. Hormon endorfin yang terbentuk saat tubuh dan pikiran relaks akan menghambat produksi hormon serotonin, sehingga produksi radikal bebas pun berkurang.
Dengan demikian, kesehatan tubuh terjaga. “Jika Anda mendambakan hidup bahagia, relaks, dan merasa dekat dengan lingkungan sosial, maka jawabannya adalah kembangkan sikap murah hati, jangan pelit,” kata Stephen Post, PhD, bioethicist dan salah seorang penulis buku Why Good Things Happen to Good People.
Mulailah dengan hal-hal kecil. “Bermurah hatilah setiap hari. Walaupun hanya sedikit, tetapi dapat membuat Anda bahagia, sehat jasmani dan rohani, dan panjang umur,” demikian tulis Stephen Post.
Jangan bilang, bukan urusan saya
Kita bisa memberi atau bersedekah lebih banyak jika pikiran kita tidak terkotak-kotak. Citra diri sebagai seorang ibu, pegawai eksekutif, guru, pegawai negri dll. dapat membatasi pandangan kita untuk memberi atau bersedekah. “Oh, itu bukan urusan saya. Itu urusan pemerintah,” kata Anda ketika dihadapkan pada permohonan bantuan untuk korban banjir di provinsi lain yang bukan provinsi tempat tinggal Anda.
Ada cerita bagus dalam buku The Power of Serving Others karangan Gary Morsch, MD. Pada 1996 Gary Morsch dikirim ke Kalkuta, India, sebagai dokter. Ia membawa 90 sukarelawan dan obat-obatan seharga 2 juta dolar untuk membantu Mother Teresa and the Sisters of Charity. Setibanya di sana, dokter Morzch bukannya langsung diminta menangani para pasien yang sakit dan yang sekarat, melainkan ia dibawa ke tumpukan sampah yang berbau busuk, diberi dua buah ember dan sebuah sekop. Ia harus membuang sampah tersebut ke tempat pengumpulan sampah.
“Barangkali mereka salah,” pikir dokter Morzch. “Aku ke sini kan sebagai dokter untuk mengobati dan membantu pasien-pasien Mother Teresa.” Teka teki itu baru terjawab ketika ia masuk ke ‘rumah perlindungan’ (mereka menyebutnya shelter) para pasien. Di pintu masuk tulisan ”We can do no great things, only small things with great love” . Tulisan ini dianggap sebagai pelajaran hidup oleh Morsch, sampai sekarang.
“Saya menyimpulkan bahwa pelayanan yang sebenarnya bukanlah apa yang seharusnya saya lakukan berkaitan dengan siapa sebenarnya saya. Tetapi segala sesuatu yang bisa saya lakukan dengan ikhlas kepada siapa saja yang membutuhkan bantuan saya,” kata Gary Morsch, MD.
Sekarang coba bayangkan, Anda seorang mekanik atau arsitek. Tak ada salahnya Anda datang ke penampungan korban banjir dan membantu memasak, membersihkan tenda mereka, atau hanya membesarkan hati mereka. Bisa saja Anda mengatakan, “Kasih saja uang dan salurkan kepada lembaga khusus yang mengurusi mereka. Selesai.”
Namun, itu bukan sikap memberi yang tulus, yang disertai cinta sesama. Menurut Morsch, Anda bisa memberi bantuan langsung kepada yang membutuhkan, berupa materi yang diperlukan atau hanya berupa nasehat atau hiburan emosional yang dibutuhkan mereka. Ibarat sungai, sikap murah hati akan ‘mengalir’ menguntungkan banyak pihak. Ibarat tanaman, sikap murah hati akan memberikan ‘buah’ yang menguntungkan si pemberi. Demikian pendapat Sharon Salzberg, penulis buku Lovingkindness yang juga pendiri Insight Meditation Society.
Gift –giving menurut gender
Di negara Barat, memberikan hadiah (gift-giving) telah lama menjadi obyek favorit untuk penelitian di bidang kelakuan manusia (human behaviour). Para ahli psikologi, antropologi, ekonomi, dan pelaku pasar sangat menaruh perhatian. Ada pesamaan kesimpulan yang mereka peroleh, yaitu sikap memberi merupakan suatu bagian dari interaksi antar manusia yang sifatnya kompleks dan penting. Gift-giving mengakrabkan hubungan sosial dan menguatkan ikatan antara famili dan antara teman. Oleh karena itu, gift-giving tidak akan pernah hilang atau mereda.
Menurut para ahli psikologi, dalam proses memberi, yang lebih diuntungkan justru si pemberi jika pemberian dilakukan dengan tulus. Si pemberi merasa berbahagia terutama jika pemberiannya diterima dengan rasa syukur. Dan ini berpengaruh baik pada kondisi kejiwaannya. Sedangkan mereka yang menolak pemberian atau bersikap pelit dalam memberi, akan kehilangan hubungan baik atau keakraban dengan famili dan teman-teman. Demikian pendapat Ellen J. Langer, Guru Besar Psikologi di Harvard University.
Nilai sosial dari sikap memberi, telah dikenal sejak zaman dulu. Upacara-upacara ritual banyak suku bangsa selalu berhubungan dengan sikap menerima dan memberi. Status terhormat dikenakan pada mereka yang banyak memberi bukan mereka yang memiliki banyak harta.
Margaret Rucker, seorang psikolog dari University of California, dalam penelitian-penelitiannya menyatakan bahwa lelaki lebih peduli pada harga/nilai suatu hadiah yang mereka berikan atau terima, sedangkan wanita lebih melibatkan emosi dalam hal memberi dan menerima hadiah. Perbedaan pandangan terhadap pemberian telah ada sejak kanak-kanak.
Para peneliti dari Loyola University di Chicago meneliti anak-anak lelaki dan perempuan usia 3 sampai 4 tahun. Untuk memberikan hadiah kepada seorang teman yang berulang tahun, anak-anak perempuan akan mencarinya sendiri di toko bersama ibunya, memilih dan membungkus hadiah tersebut. Sedangkan anak-anak lelaki tidak peduli, mereka menyerahkan pengadaan hadiah kepada ibunya. Diajak membeli hadiah pun, umumnya anak-anak lelaki menolak, terserah ibu saja.
Berikan yang mereka butuhkan
Apakah Anda harus memberikan barang yang Anda sukai? Rasanya tidak masuk akal. Biasanya kita memberikan barang-barang yang telah tidak kita sukai, yang telah membosankan. Benar? Masalahnya, kita khawatir pada suatu hari kita membutuhkan benda-benda itu. Atau, kita hanya memiliki satu buah saja, dan itu harus diberikan kepada orang lain. Tahukah Anda bahwa dari sisi agama, memberikan barang-barang yang masih kita sukai (dan dalam keadaan masih baik) nilainya lebih tinggi di mata Tuhan? Agaknya Tuhan ingin mengajarkan agar kita belajar bermurah hati.
Bermurah hati tidaklah terbatas pada pemberian materi. Suatu studi yang dipublikasi dalam Social Science & Medicine meneliti efek sikap murah hati pada si pemberi. Para pasien multiple sclerosis (MS) dilatih untuk mendengarkan dan memberikan dukungan moril kepada sesama penderita MS. Para peneliti menemukan bahwa kegiatan semacam itu di lingkungan kelompok para pasien (peer group) mampu meningkatkan rasa percaya diri, harga diri, dan memperbaiki suasana hati (mood). Studi yang sama dengan hasil serupa juga dilakukan oleh para anggota Alcoholic Anonymous. Mereka yang membantu sesama pecandu minuman keras, akan cepat pulih dan kecanduannya tidak terulang kembali.
Memberikan simpati atau motivasi kepada mereka yang membutuhkan, sama saja dengan memberdayakan orang untuk meraih cita-cita atau hidup lebih baik. Contohnya, Anda mengajar pembantu rumahtangga (PRT) suatu keterampilan yang belum dia miliki, berarti Anda memberdayakan si PRT untuk mandiri dan meraih kehidupan yang lebih baik. Itulah yang dilakukan para motivator (seperti Tunga Desem Waringin) dalam seminar-seminar yang belakangan ini marak.
Nah, Anda ingin mempunyai banyak teman? Tidak terkucil dari pergaulan? Awet muda dan sehat? Happy dan relaks? Jangan pelit! Bantulah mereka yang membutuhkan, dengan materi atau dukungan moril. Insya Allah akan banyak yang mendoakan Anda agar sehat, panjang umur, dan murah rezeki. Doa mereka yang pernah Anda bantu. (SA).