Hasil penelitian yang dimuat dalam The American Journal of Psychiatry itu menyebutkan bahwa usia 3 tahun adalah usia kritis bagi perkembangan otak anak. Kurangnya nutrisi pada usia itu menyebabkan gangguan pada beberapa fungsi otak, yang kemudian memunculkan perilaku hiperaktif dan agresif pada masa-masa selanjutnya dalam kehidupan anak-anak tersebut.
4. “Gangguan” dalam keluarga
Peran keluarga cukup kuat dalam berkembangnya gangguan tingkah laku pada anak-anak. Dikatakan oleh Octa, anak dengan gangguan tingkah laku umumnya berasal dari keluarga yang “terganggu” juga. “Biasanya, keluarga yang memiliki anak dengan gangguan tingkah laku memiliki tingkat stres yang tinggi, dekat dengan aktivitas kriminal dan penyalahgunaan obat atau alkohol, juga memiliki riwayat gangguan psikis dalam keluarga,” ujar Octa.
Beberapa pola interaksi orangtua terhadap anak, juga disoroti oleh Octa sebagai penyebab berkembangnya gangguan tingkah laku. “Umumnya orangtua yang sangat punitive (mudah memberikan hukuman), yang tidak konsisten dalam mengendalikan tingkah laku anaknya, yang jarang memuji atau memberikan penghargaan terhadap tingkah laku positif anak, serta minim interaksi yang positif,” ungkapnya.
Kondisi-kondisi tersebut menjadi sumber stres tersendiri bagi si anak. “Akibatnya, mereka mencari hiburan dan pengakuan di luar rumah dengan cara yang salah,” kata Octa.
Meskipun sejumlah penelitian menunjukkan bahwa konflik dalam keluarga menyebabkan anak mengalami gangguan tingkah laku, namun ada sejumlah anak yang tidak terpengaruh. Menurut Octa, selain karena tingkat kecerdasannya yang baik, anak-anak ini memliki figur orang dewasa lain yang dapat menggantikan peran orangtuanya. “Figur ini bisa tokoh yang disegani di wilayahnya, atau juga guru, yang penuh welas asih dan dapat mengarahkan minat anak pada hal-hal yang positif,” tutur Octa.
5. Masalah di sekolah
The Penn State Children’s Hospital juga menemukan bahwa masalah-masalah di sekolah juga bisa menjadi pemicu berkembangnya gangguan tingkah laku yang diawali dengan perasaan frustrasi.
Senada dengan itu, Octa mengungkap, banyak masalah pada anak dengan gangguan tingkah laku muncul di lingkungan sekolah. “Sekolah memiliki dan menerapkan aturan yang tegas untuk dipatuhi oleh seluruh warga sekolah tersebut. Aturan-aturan tegas ini mungkin tidak dimiliki dan diterapkan dalam keluarganya,” ungkap Octa..
Bagaimanapun, menurut Octa, lingkungan sekolah yang kondusif dengan aturan-aturan yang diterapkan secara tegas dan jelas akan mendorong anak untuk mengembangkan penalaran moral yang selama ini mungkin tidak diperolehnya di lingkungan keluarga/rumahnya. Mereka juga kesulitan saat berinteraksi dengan teman sebaya dan dengan figur-figur otoritas misalnya guru,” begitu alasannya.
Octa menambahkan, anak-anak dengan conduct disorder, karena tingkah lakunya yang agresif umumnya juga tersisih atau ditolak oleh teman-teman sebayanya di sekolah. “Akibatnya, mereka kemudian memilih untuk bergabung pada kelompok-kelompok yang bermasalah juga,” Octa menjelaskan.
Selain sebagai tempat munculnya masalah bagi anak dengan gangguan tingkah laku, sekolah juga bisa menjadi tempat yang penting untuk meningkatkan kepercayaan diri anak. “Sekolah perlu memiliki kegiatan untuk mewadahi minat anak. Dengan begitu, anak akan makin terikat dengan sekolah, menghabiskan lebih banyak waktu di sekolah dengan hal-hal yang produktif.”
Keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh anak di sekolah juga akan meningkatkan penilaian dan kompetensi dirinya, yang akhirnya akan meningkatkan kepercayaan diri, dan dengan begitu ia tidak akan melakukan hal-hal yang dapat merusak kehidupannya. (bersambung).