Pada anak yang menarik diri, misalnya, mungkin metode aktif sulit diterapkan karena untuk membuatnya bicara saja sudah sulit. Di sinilah, orangtua harus jeli memperhatikan sikap, respon, kemampuan, dan minat anak terhadap unsur cerita.
Kenali jenis kecerdasannya
Buku cerita anak-anak biasanya terdiri dari alur, bahasa, percakapan dan karakter tokoh, yang dilengkapi dengan gambar-gambar (visualisasi) yang menarik. Karenanya, untuk memahami unsur-unsur cerita ini, diperlukan jenis-jenis kecerdasan yang berbeda-beda.
Sejak lahir, anak-anak mempunyai 7 macam kecerdasan alami, yaitu kecerdasan logika, bahasa, visual-spasial (mengenal ruang dan bentuk), musik, kinestetik (bergerak), interpersonal (sosialisasi), dan intrapersonal (mengenal dirinya sendiri).
Seiring dengan pertumbuhan, tidak semua jenis kecerdasan ini berkembang optimal. Seorang anak, biasanya dominan pada satu jenis kecerdasan saja, atau gabungan dari dua sampai tiga jenis kecerdasan sekaligus.
Kita harus mengamati, kecerdasan apa yang paling menonjol pada diri anak. Kalau anak menonjol kemampuan bahasanya, tekankan pada bahasanya. Begitu juga jika ia menonjol kecerdasan visual-spasialnya, manfaatkanlah gambar yang ada untuk membuat cerita lebih ”hidup”.
Caranya? Berceritalah dengan mimik muka, ekspresi, dan intonasi yang sebisa mungkin membuat anak seakan terhipnosis. Munculkan empati dan rasa peduli. Perhatikan dan dengarkan setiap responsnya dengan penuh pengertian.
Tentu saja, cara tersebut hanya bisa dilakukan jika Ibu memperlihatkan rasa sayang yang tulus dan kedekatan emosional. Itulah sebabnya, meskipun terapi buku untuk mengatasi gangguan perilaku juga bisa dilakukan oleh terapis, guru, atau anggota keluarga lainnya, namun yang efeknya paling baik biasanya jika dilakukan oleh orang terdekat, terutama Ibu. (bersambung).