Menurut I. Luki Arinta Salsabila, Psi, M.Si, Expert Parenting dari Soul of Speaking, sebaiknya orangtua tidak langsung menilai dan bersikap negatif atau langsung melarang si anak untuk mengidolakan tokoh pujaannya.
Orangtua juga sebaiknya tidak langsung atau mulai menjelek-jelekkan profesi atau kehidupan tokoh tersebut, karena cara-cara ini justru akan tidak efektif. Sebab pertama, malah justru dapat menimbulkan pemberontakan bahkan kebencian pada anak kepada orangtua. Kedua, bisa menjadi sumber putusnya komunikasi yang selaras antara anak dan orangtua. Ketiga, jika dibiarkan berlarut, cara-cara ini dalam jangka panjang, justru bisa membuat seorang anak semakin penasaran dan malah semakin fokus pada apa yang tidak disukai oleh orangtuanya. Misalnya, justru akan getol belajar melukis, sembunyi-sembunyi menekuni profesi tokoh tersebut dengan menjadi pemain band, dan lain-lain.
Itulah maka, perlu bagi setiap orangtua untuk memperluas wawasan dan mencari tahu siapa tokoh idola anak, mengapa anak mengidolakan tokoh tersebut. Tujuannya tentu agar sebagai orangtua, kita bisa memberikan masukan yang bijaksana kepada anak, tanpa harus menggunakan cara-cara negatif dengan memaksakan, menjelekan, atau mengancam karena cara-cara ini justru tidak efektif dan tidak jarang dalam banyak kasus menjadi sebab terjadinya pertengkaran antara anak dan orangtua.
Apa yang Orangtua Perlu Lakukan
Cara terbaik yang perlu orangtua lakukan adalah dengan memberi alternatif tokoh idola yang memberi inspirasi positif. Untuk anak lima tahun misalnya bisa dilakukan dengan dengan membacakan tokoh-tokoh penemu, tokoh sejarah dunia, tokoh bisnis yang mendunia, dan lain-lain. “Pilih bacaan yang sesuai usianya, misalnya dengan bahasa populer dan menggunakan gambar supaya tidak membosankan,” saran Luki Arinta.
Sementara untuk anak-anak dengan usia lima tahun ke atas, orangtua perlu berhati-hati sebab, sering tanpa disadari anak akan mendapat informasi tentang sisi negatif para tokoh idola tersebut. Sebaiknya jangan ditutupi atau dibela. Jelaskan saja dengan cara bijaksana, agar anak sesuai usianya dapat mulai belajar memahami sisi positif dan negatif. Ajarkan untuk selalu mengarahkan pada produktivitasnya. Bagaimana sisi positifnya bisa membuat kontribusi yang besar kepada lingkungan yang lebih luas.
Hal lain yang perlu orangtua lakukan adalah memperhatikan apa yang menjadi perhatian utama anak. Misalnya, ternyata si anak memiliki perhatian lebih terhadap tokoh olah raga, misalnya pemain bola. Bisa jadi dia awalnya si anak memang ingin menjadi pemain bola. Namun belum tentu seperti itu. Ada anak-anak yang suka dengan strategi bermain bolanya, penampilan pemainnya yang keren-keren atau tertarik dengan sejarah hidupnya. “Kita sebagai orangtua perlu untuk mengamati sesungguhnya sisi apa saja yang menimbulkan rasa ketertarikan anak terhadap tokoh idolanya. Dari situ biasanya orangtua bisa memberikan perspektif yang berbeda dan dapat menyampaikan sisi positif apa yang pantas untuk diteladankan,” papar Luki Arinta. (SA)