Judul Buku : 33 Amalan Ringan Berpahala Besar.
Penulis : Ahmad Kholil
Penerbit : Sinergi Aksara
Tebal : vi + 178
ISBN : 978-602-7252-31-8
Rp. 35 ribu. | Hub. : Telp. : 021 50544319 | 085100 666 842
Dalam keseharian, gaya hidup materialistis, yang mengagungkan ukuran sukses pada aspek kebendaan alias duniawiah : seberapa banyak harta, seberapa bagus rumah dan mobil dimiliki, semakin menyilaukan sebagian besar orang, hingga semakin meremehkan peran dan pentingnya sebuah proses dalam mencapai tujuan. Orang dibuat lupa bahwa proses yang baik dalam mencapai tujuan dapat semakin memberi makna bagi kehidupan itu sendiri. Akhirnya, alih-alih menerapkan gaya hidup sederhana seperti anjuran agama, orang malah kian cenderung hidup bermewah-mewah.
Pada tahap berikutnya, orang menjadi gengsi melakukan kebaikan-kebaikan sederhana – seumpama silaturrahmi – yang notabenenya justru merupakan mata rantai bagi keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan duniawai dan ukrowi. Atas nama pembangunan orang tidak lagi peduli dengan lingkungan dan sesama. Sebagai contoh kecil, kita perhatikan entah sudah berapa lama, kita melupakan bahwa membuang sampah sembarangan adalah kebiasaan buruk yang bisa mencelakakan. Dapat menutup saluran air atau dranaise hingga menghalangi aliran air ke jalan semestinya. Dalam skala yang luas, gaya hidup tidak ramah lingkungan ini, bisa menjadi pemicu wabah penyakit dan banjir besar.
Persaingan usaha atau bisnis bahkan dapat menjurus pada perilaku koruptif, putusnya silaturrahmi, dan memudarnya gaya hidup ramah terhadap sesama, jika tanpa dikendalikan atau didasari oleh iman. Pertemanan tidak lagi didasarkan pada aspek kemanusiaan, tetapi kepentingan serba menguntungkan secara materil.
Bila ditilik lebih dalam lagi, persoalan sebenarnya bukan terletak pada apa yang terjadi di luar, tetapi justru oleh semakin memudarnya nilai-nilai atau ajaran agama yang dianut oleh masyarakat. Bersandignya secara mesra antara perilaku kebajikan dengan kebatilan yang tersamar, bisa jadi turut memperkeruh suasana kebatinan dalam memegangi nilai-nilai kebaikan dan spiritualitas yang dianut oleh masyarakat.
Kita dapat melihat dan merasakan betapa masyarakat kita saat ini betah berlama-lama alias menghabiskan waktu di depan televisi atas nama hiburan, tetapi pada saat bersamaan enggan untuk sekadar berzikir dan berdoa sehabis shalat lima waktu. Tradisi membaca kitab suci Alquran sehabis shalat maghrib juga sudah lama tergantikan oleh keasyikan menonton berita atau sinetron di televisi. Jadilah saat ini, masjid dan mushalla tampak indah bangunan fisiknya, namun semakin sunyi dari kegiatan keagamaan dan pengembangan keumatan.
Nilai-nilai Spiritualitas yang Mencerahkan.
Keterpesonaan pada gaya hidup serba mewah (hedonisme), ditengarai telah menggiring masyarakat untuk menjauh dari ajaran agama yang sejatinya justru mencerahkan. Saat agama menganjurkan sikap hidup hemat, misalnya masyarakat justru didorong untuk berperilaku hidup boros melalui segala macam iming-iming diskon dan promosi besar-besaran. Lahiriahnya kita menonton dan mengikuti kegiatan bernuansa religi, namun sering lebih banyak diselipkan anjuran beli produk alias promosi.
Itulah maka sudah tiba saatnya bagi kita untuk melakukan upaya pengehentian terhadap kemerosotan nilai-nilai dan ajaran agama atau budi pekerti (akhlak mulia) di tengah masyarakat, sembari melakukan upaya pemasyarakatan kembali ajaran agama dan akhlak mulia yang semakin terpinggirkan. Karenanya, pemahaman akan nilai-nilai moralitas keagamaan dan akhlak mulia harus kembali ditanamkan, diajarkan, dan diteladankan melalui pembiasaan secara konsisten dan masal. Bukankah tujuan syariat Islam ( maqasidussyar’iyah ) adalah bagaimana mengubah pemahaman tentang Islam menjadi perilaku akhlak mulia?
Gerakan kembali ke ajaran spiritualitas dan akhlak Islam yang mulia ini, semestinyalah dapat lebih menyentuh kesadaran imani secara lebih mendasar. Dimulai dengan upaya kongkret menerjemahkan makna spiritualitas iman ke dalam contoh-contoh perilaku yang dapat memberi makna dan menyentuh langsung kehidupan masyarakat — yang mudah dipraktikkan. Sehingga, setiap diri bisa menjadi bagian dan solusi bagi gaya hidup islami yang mencerahkan dan menyelamatkan, tidak saja di kehidupan dunia yang fana ini, tetapi juga dapat menjadi jalan ( wasilah) bagi kebahagiaan di negeri akhirat.
***http://www.70persen.com/?id=Solusibisnisonline