Agar tubuh tetap awet sehat, bugar, dan awet muda, menjadi tugas kita untuk membantu memperingan tugas seluruh organ penting tubuh kita untuk melakukan detoksifikasi secara alami. Bagaimana caranya?
Sejatinya, setiap waktu, setiap detik, 24 jam sehari, dengan mekanisme tertentu tubuh manusia menjalani proses yang disebut detoksifikasi. Tubuh memiliki kemampuan alami untuk mengeluarkan racun atau sisa metabolisme yang tidak terpakai untuk membantu proses regenerasi sel-sel tubuh yang telah menua, aus, dan mati.
Dengan proses alamiah yang terjadi secara kontinu dan dinamis ini, seluruh sel-sel di dalam tubuh yang jumlahnya sekitar 100 trilyun itu memperbaharui diri, meremajakan diri, dan memudakan diri ( rejuvenate). Tak berlebihan jika dikatakan bahwa sejatinya, setiap individu adalah sehat dalam pengertiannya yang utuh : pikiran, tubuh, dan perasaan.
Faktor Pembeda
Sayangnya, proses detoksifikasi atau rejuvenasi ini tidak sama pada setiap orang. Satu hal, menurut Health and Life Coach and Conselor Dr Kasim Rasjidi, SpPD (K), DTM&H, MCTM, SpJP, MHA, LMPNLP, ELT, CCH, organ tubuh setiap individu memang diciptakan sama, namun memiliki beban kerja yang berbeda.
Selain itu, jumlah asupan makanan, jenis, kombinasi, cara atau bagaimana makanan diproses, dan suasana dalam tubuh setiap individu, seperti derajat pH, dan kepekatan juga tidak sama. “Belum lagi pikiran, rasa atau emosi yang kurang memberdayakan yang bisa menghasilkan energi yang lemah atau justru dapat menghambat proses detoksifikasi berjalan secara alami, “ tutur Dr Kasim.
Detoksifikasi dengan Gaya Hidup Sehat
Dengan kata lain, kendati tubuh manusia telah dibekali kemampuan untuk meremajakan diri melalui proses detoksifikasi, tetapi faktor-faktor dari dalam diri menusia sendiri justru yang sering menjadi penghambat proses alamiah tubuh ini terjadi. “Kita sering terperangkap pada anggapan bahwa sumber ketidaknyamanan diri adalah racun atau kotoran dari luar. Polusi lingkungan, air yang terkontaminasi, dan udara kotor misalnya, “ tutur Dr Kasim. Padahal, unsur unsur yang dianggap kecil dan aman, tetapi terakumulasi dalam jangka waktu lama seperti zat kimia berbahaya dalam berbagai bentuk : pewarna, pengawet, penguat rasa, desinfektan, pelapis, dan produk perawatan tubuh lain, bisa jauh lebih berbahaya.
Dr Tan Shot Yen, M.Hum, Praktisi Kesehtan Holistik menekankan perlunya setiap individu menyadari hal ini, sebelum bicara tentang bagaimana racun-racun dalam tubuh ini dikeluarkan dan dengan mekanisme apa. Ia menjelaskan, melalui reaksi biokimia pencernaan, tubuh menghasilkan radikal bebas dan sisa metabolisme yang tidak terpakai. Ia mencontohkan, sebagaimana air seni mengeluarkan amoniak atau usus besar mengeluarkan sisa makanan bersamaan dengan ‘mengelupasnya’ sel-sel dinding usus yang telah aus. Dengan contoh kasus ini, apa yang dikeluarkan tubuh itu juga bisa disebut sebagai ‘racun’ atau toksin, karena jika dibiarkan menumpuk, tetap berada dalam darah atau dalam usus, maka akan menimbulkan masalah kesehatan. ”Jadi, racun tidak selalu berasal dari luar tubuh kita, tetapi juga berasal dari dalam tubuh sendiri. Ironisnya, kita sendiri yang sering menghambat proses alamiah tubuh dalam mengeluarkan racun ini,” kata Dr Tan Shot Yen.
Padahal, buang air besar setiap hari saja belum menjamin bahwa prosess pembuangan racun tubuh kita berjalan optimal, apalagi jika tubuh mengalami gejala susah buang air besar atau konstipasi. Hal ini tentu bisa berpengaruh terhadap tidak lancarnya proses pembuangan racun melalui sistem pencernaan. Dan jika hal ini terjadi, maka bisa menjadi pemicu timbulnya kerusakan pada jaringan organ-organ vital. Dalam sejumlah hasil penelitian disebutkan kondisi racun berlebih dalam tubuh, terkait erat dengan penuaan dini, dan timbulnya keluhan-keluhan degeneratif seperti liver, jantung, diabetes, kanker, dan menurunnya kekebalan tubuh. (SA)