Sehatalami.co ~ Saat seseorang terkonfirmasi covid-19, biasanya diawali dengan gajaja seperti demam, batuk, sesak napas dan hilangnya indera penciuman ( anosmia). Ada juga yang mengalami gejalan kelelahan, kehilangan indera perasa, dan sakit kepala berlebih. Gejala-gejala ini umumnya akan menghilang pasca dinyatakan sembuh dari covid-19.
Meski begitu, ada juga yang masih mengalami gejala mudah lelah, atau sedikit flu pasca dinyatakan sembuh dari Covid-19. Baru-baru ini bahkan ditemukan gejala ikutan lain, yaitu melemahnya sisi mental atau melemahnya kinerja otak, yang disebut dengan istilah brain fog.
Hal ini dikuatkan dengan sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Pain Report, yang mengungkapkan bahwa sebanyak 7,5 sampai 31 persen pengidap COVID-19 mengalami perubahan pada kondisi mental mereka.
Apa itu brain fog
Dilansir dari alodokter.com, bahwa brain fog sebenarnya bukan masalah kesehatan,tetapi istilah yang digunakan untuk menjelaskan perasaan yang terasa seperti melambat dari sisi mental dan kosong. Kondisi ini bisa terjadi dalam waktu lama, bahkan saat pengidap telah dinyatakan sembuh dari COVID-19.
Ada beberapa gejala yang bisa terlihat ketika seseorang mengalami brain fog, seperti sakit kepala, sulit berkonsentrasi, merasa kebingungan, dan mental yang terganggu. Kondisi lain menunjukkan, seseorang yang mengalami kondisi ini sering terlihat lesu, tidak bergairah.
Penyebab masalah yang sering dikaitkan dengan brain fog ini, antara lain adalah stress kronis, yang dianggap bisa peningkatan tekanan darah, melemahkan sistem kekebalan tubuh, dan memicu depresi. Selain itu, kondisi Ini juga dapat mengakibatkan kelelahan mental. Ketika otak lelah, orang akan menjadi lebih sulit untuk berpikir, bernalar, dan fokus.
Selain itu, kurang tidur juga diduga menjadi penyebab gangguan fungsi otak. Itu mengapa orang dewasa dianjurkan tidur 8 hingga 9 jam setiap malam. Tidur terlalu sedikit dapat menyebabkan orang sulit berkonsentrasi dan tidak mampu berpikir jernih.
Mengapa virus Covid-19 bisa menyebabkan gejala brain fog? Dijelaskan saat virus covid-19, masuk ke dalam tubuh, virus akan mulai masuk ke dalam sel melalui sebuah enzim yang disebut reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2). Virus baru ini memiliki sifat neuro-invasif, artinya bisa masuk ke dalam jaringan otak.
Sebuah ulasan yang dipublikasikan dalam Acta Neurol Scand menemukan bahwa beberapa orang dengan kondisi COVID-19 akan mengalami suatu bentuk komplikasi, seperti ensefalopati atau perubahan kesadaran. Ensefalopati sendiri merupakan sebuah istilah medis yang mengarah pada kerusakan otak.
“Tidak semua pasien yang sembuh dari infeksi Covid-19, mengalami bebas gejala pasca sembuh. Banyak di antara mereka yang dilaporkan mengalami rasa lelah dan pusing yang berkelanjutan. Penurunan fungsi kognitif menjadi dampak klinis jangka panjangnya, yang dikenal dengan istilah Brain Fog yaitu gejala yang terkait fungsi otak pada kemampuan konsentrasi, memori, dan komunikasi,” kata Dr. dr. Yuda Turana, Sp.S – Dokter Spesialis Saraf RS Atmajaya (Counselor – ALZI), dalam sebuah edukasi kesehatan bersama media secara daring, yang diselenggarakan oleh PT Kalbe Farma Tbk.
Disebutkan, jika tidak segera ditangani, dikhawatirkan brain fog menyebabkan terjadinya kepikunan (deminesia) pada usia dini. Apa yang harus dilakukan, yang terpenting adalah menjaga dan meningkatkan imunitas tubuh. Tetap menerapkan protokol kesehatan, olahraga teratur dan jika diperlukan mengonsumsi suplemen kesehatan.
“Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pikun usia dini (demensia dini) akibat gejala Brain Fog sebagai fenomena long covid pasca sembuh dari infeksi COVID-19 dengan menjaga daya tahan tubuh agar tetap produktif dengan konsumsi suplemen kesehatan,” ujar Nandhita Octavia Nugriani, S.T., B.Eng – Product Management PT Kalbe Farma Tbk. (SA)
“Suplemen kesehatan Citicoline (Brainact Odis®) yang berfungsi membantu terapi Brain Fog dengan efek samping aman, rasa segar, dan benefitnya cepat larut dalam mulut tanpa perlu dibantu air minum (praktis) sangat cocok dikonsumsi untuk menjaga daya tahan tubuh dan tetap produktif khususnya di era pandemik ini,” tutup Nandhita.