Sejauh ini kita mengetahui kadar kolesterol tinggi dianggap sebagai indikator adanya risiko serangan jantung. Namun, kini CRP (C-Reactive Protein) lebih banyak disorot sebagai indikator baru, karena serangan jantung juga bisa dialami mereka yang kadar kolesterolnya rendah.
Sehatalami.co ~ Biasanya dokter menjelaskan bahwa yang menjadi indikator serangan jantung adalah pengukuran kadar lemak darah atau lebih dikenal sebagai kadar kolesterol darah, uji tingkat stres, dan gejala nyeri dada bagian kiri (coronary angiography). Sementara CRP tadinya lebih banyak digunakan untuk mendeteksi adanya peradangan (inflammatory) seperti rheumatoid arthritis atau lupus.
Namun ternyata, penemuan baru menyebutkan bahwa penyakit jantung juga dapat dimulai dari peradangan yang disebabkan zat kimia di dalam pembuluh darah, seperti yang terjadi pada demam umumnya.
Karena itu, tidak heran jika banyak penelitian baru yang mengungkapkan bahwa CRP juga menyebabkan terjadinya pengerasan pembuluh darah jantung yang dikenal sebagai aterosklerosis atau disebut juga sebagai CAD (coronary artery disease).
Aterosklerosis adalah penyakit yang dikenal sebagai pembunuh ganas. Peradangan pembuluh darah yang muncul akibat pengaktifan endotesial dan tersumbatnya aliran darah yang disebabkan produksi mediator dan sitokin berlebihan.
Proses tersebut menyebabkan sistem antiradang memproduksi zat penangkal yang membungkus bakteri atau zat asing yang dianggap sebagai pengganggu. Jika proses itu terjadi secara berlebihan, akibatnya jaringan pembuluh darah rusak menjadi jaringan parut (ateromatosus plaques) sehingga mengeras dan mudah pecah.
CRP, tadinya hanya indikasi peradangan
CRP adalah tipe protein khusus yang diproduksi hati ketika terjadi cedera akut, peradangan atau infeksi. CRP terdapat dalam jumlah sedikit pada orang yang sehat. Dalam tubuh CRP ini berfungsi sebagai pelengkap dalam mekanisme sistem imunitas tubuh.
CRP mengikat senyawa fosforil kolin pada lapisan kulit terluar bakteri yang masuk ke dalam tubuh, danĀ mengganggu proses perkembangan bakteri tersebut. Juga mengikat kolesterol LDL (low-density lipoprotein cholesterol) dan lemak aterogenik, yaitu senyawa berbahaya bagi tubuh yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pembuluh darah.
Ditemukannya CRP menandakan terjadinya peradangan setempat. Orang yang meningkat kadar CRP-nya empat setengah kali lebih besar risikonya mengalami serangan jantung dibandingkan orang dengan kadar CRPnormal.
Meningkatnya kadar CRP seseorang juga berhubungan dengan kasus-kasus penyakit serius seperti radang sendi (rheumatoid arthritis), stroke, penyakit gigi, gangguan gula darah, alzheimer, demam rematik (rheumatic fever), kanker, tbc, pneumonia, serangan jantung atau lupus.
Kadar normal CRP tidak dikenal standarnya, tetapi bila hasil tes di atas 1 mg/dL biasanya sedang terjadi infeksi ringan. Sedangkan infeksi berat dan peradangan memberikan hasil tes CRP darah di atas 10 mg/dL. Namun kadar CRP tinggi ditemukan pula pada kondisi setengah terakhir masa kehamilan, atau penggunaan kontrasepsi oral.
Tes CRP biasanya dikaitkan dengan ESR (erythrocyte sendimentation rate atau sedrate), Keduanya sama-sama memberikan informasi mengenai peradangan yang belum diketahui jenisnya (non specific inflammation).
Bisa saja level CRP sudah turun sehubungan dengan keberhasilan pengobatan, tetapi kadar ESR masih tetap tinggi untuk waktu yang lama, sehingga mengarahkan kepada salah satu peradangan yang spesifik sebagai indikasi akan terjadinya serangan jantung.
Dianggap indikator yang akurat
Kadar CRP yang tinggi dianggap indikator yang lebih baik daripada total kolesterol, LDL kolesterol, atau homosistein untuk memprediksi risiko serangan jantung. CRP muncul pada lesi-lesi/luka-luka (yang biasanya disalah artikan sebagai simpanan kolesterol) yang terbentuk pada dinding pembuluh darah, tetapi tidak pada dinding pembuluh darah yang normal. CRP juga secara kuat dihubungkan dengan pecahnya luka tersebut yang menyebabkan timbulnya penggumpalan pembuluh darah.
Jaringan parut pada tipe penyakit arteri berisi sel-sel yang mengalami peradangan. Pecahnya jaringan parut diperkirakan mekanisme dari miokardial infark akut dan sindrom koroner akut.
Karena tempat di mana biasanya jaringan parut pecah adalah tempat dimana terjadi peradangan sel, jadi munculnya reaksi fase akut sebagai respon terjadinya peradangan dianggap sebagai tanda potensial adanya jaringan parut yang tidak stabil dan berpotensi mengalami aterosklerosis. (bersambung).