Saatnya Kembali ke Fitrah
Sikap hidup dan pandangan Dr Kasim ini ternyata lahir dari proses hidup yang panjang. Lahir di Montreal, Canada, saat masih kecil ia bercita-cita menjadi arsitek atau psikolog. Tetapi, begitu tamat SMA, ia malah ingin jadi seorang dokter. Saat itu ia berpikir, toh sambil sekolah kedokteran, ia masih bisa belajar arsitektur secara outodidak.
Lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM), ia mengambil spesialis ilmu penyakit dalam (SpPD) di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), lulus 1996. Selanjutnya ia mengambil spesialis jantung dan pembuluh darah (SpJP) di kampus yang sama. Belum merasa cukup, sambil bertugas di RS Jantung Harapan Kita, ia menuntaskan hasratnya untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu dan spesialis lain, bahkan sampai ke berbagai negara.
Namun, semakin banyak disiplin ilmu dan keahlian spesialisasi yang ia kuasasi, justru semakin menimbulkan banyak pertanyaan di dalam diri, ”Betulkah ini semua yang saya butuhkan?”ujar dokter yang juga seorang host untuk acara talkshow Hidup Sehatdi radio SMART FM.
Pertanyaan-pertanyaan lanjutan justru semakin menggelitik. Dan puncaknya sekitar 2008, saat ia harus menolong seorang pasien, tetapi lantaran ia sedang berada di luar kota, ia tidak bisa berbuat banyak, antara lain juga lantaran tidak memungkinkan menunda jadwalnya dan di saat bersamaan tidak ada dokter lain yang bisa menggantikan posisinya. ”Lama saya merenung sampai akhirnya timbul pertanyaan, sebenarnya saya bisa menolong atau tidak, sih? Dan, apa yang saya lakukan sudah benar apa belum, sih?”
Pertanyaan-pertanyaan yang akhirnya mengantarkannya pada suatu pemikiran bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan seseorang, sistem yang ada di dalam diri klienlah sesungguhnya yang mesti dipelihara dan diperbaiki.
Antara lain dengan cara menemukan apa yang terbaik sesuai potensi yang dimiliki oleh setiap klien. Jadi bukan semata-mata seperti yang selama ini dilakukan, yakni meng-injeksikan atau memasukkan sistem ke dalam tubuh seseorang.
”Karena itu sama artinya dengan mengeluarkan klien dari ketidaknyamanan hidup, tetapi memasukkan kembali ke dalam lingkaran hidup lainya. Katakanlah, ketergantungan terhadap keharusan mengonsumsi obat atau menjalani terapi tertentu selama hidupnya, ” ujarnya.
Padahal di sisi yang lain, setiap orang pastilah memiliki potensi untuk bisa menjalani hidup secara lebih baik dan mandiri. ”Bukankah jika dilihat dari fitrahnya, katakanlah, manusia Indonesia, itu mestinya dapat hidup secara layak, sehat walafiat, jasmani maupun rokhani?” tanyanya.
Dr Kasim lalu membeberkan sejumlah potensi yang Tuhan ciptakan untuk mendukung pendapatnya. Tanah, air, dan lingkungan hidup di Indonesia sangat kaya. Aneka tanaman berkhasiat dan bahan pangan, serta buah dan sayur yang berwarna-warni yang mencerminkan kandungan dan nilai gizi di dalamnya, semua ada di Indonesia.
Air – sumber kehidupan – juga melimpah. Cahaya matahari pun hadir sepanjang tahun. Bahkan, buah – buahan surga yang notabenenya disebut-sebut di dalam kitab suci, seperti anggur, delima dan lain-lain pun ada di Indonesia. ”Jadi, apa lagi yang kurang dan tidak kita miliki, sebagai modal untuk bisa menjalani hidup sehat,” ujar Dr Kasim. (bersambung)