Gizi baik – tidak kekurangan dan tidak berlebihan – menjadi landasan setiap individu mencapai potensi maksimal yang dimiliki.
Sehatalami.co ~ Indonesia saat ini memiliki tiga beban masalah gizi (triple burden) yaitu stunting, wasting dan obesitas serta kekurangan zat gizi mikro seperti anemia. Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa 25,7 persen remaja usia 13-15 tahun dan 26,9 persen remaja usia 16-18 tahun, memiliki masalah dengan status gizi pendek dan sangat pendek.
Selain itu juga terdapat 8,7 persen remaja usia 13-15 tahun dan 8,1 persen remaja usia 16-18 tahun dengan kondisi kurus dan sangat kurus. Sedangkan prevalensi berat badan lebih dan obesitas sebesar 16,0 persen pada remaja usia 13-15 tahun dan 13,5 persen pada remaja usia 16-18 tahun.
Perubahan gaya hidup di kalangan remaja
Data tersebut merepresentasikan kondisi gizi pada remaja di Indonesia yang harus diperbaiki. Berdasarkan baseline survey UNICEF pada tahun 2017, ditemukan adanya perubahan pola makan dan aktivitas fisik pada remaja.
Sebagian besar remaja menggunakan waktu luang mereka untuk kegiatan tidak aktif, sepertiga remaja makan cemilan buatan pabrik atau makanan olahan, sedangkan sepertiga lainnya rutin mengonsumsi kue basah, roti basah, gorengan, dan kerupuk.
Perubahan gaya hidup juga terjadi dengan semakin terhubungnya remaja pada akses internet, sehingga remaja lebih banyak membuat pilihan mandiri. Pilihan yang dibuat seringkali kurang tepat, sehingga secara tidak langsung menyebabkan masalah gizi.
Perbaikan gizi pada remaja melalui intervensi gizi spesifik seperti pendidikan gizi, fortifikasi dan suplementasi serta penanganan penyakit penyerta perlu dilakukan. Tujuannya untuk meningkatkan status gizi remaja, memutus rantai inter-generasi masalah gizi, masalah penyakit tidak menular dan kemiskinan.
Masalah Gizi memicu kerentanan terhadap penyakit
Masalah gizi tersebut, yaitu baik yang berstatus gizi kurang maupun gizi lebih, akan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit, khususnya risiko terjadinya penyakit tidak menular. Bila masalah ini berlanjut hingga dewasa dan menikah akan berisiko mempengaruhi kesehatan janin yang dikandungnya.
Sebagai contoh ibu anemia dan atau kurang energi kronik berisiko melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR), stunting, komplikasi saat melahirkan, menderita penyakit tidak menular seperti diabetes dan penyakit jantung di kemudian hari.
Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Dr. Dhian Probhoyekti, SKM, MA., mengatakan masalah gizi pada ibu hamil juga akan sangat mempengaruhi perkembangan otak anak, produktivitas dan kinerja di sekolah yang dapat berakibat mengurangi kemampuan untuk mendapatkan penghidupan yang layak di kemudian hari. ”Gizi baik menjadi landasan setiap individu mencapai potensi maksimal yang dimiliki,” katanya, Jumat (24/1).
Hari Gizi Nasional, Perlu Peran Milenial
Peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) ke-60 dijadikan sebagai momentum menyebarluaskan informasi dan promosi kepada masyarakat tentang pentingnya gizi yang optimal. Meningkatkan pengetahuan dan peran aktif masyarakat khususnya generasi milenial tentang kesehatan dan gizi.
Hari Gizi Nasional tahun ini bertema ”GIZI Optimal untuk Generasi MILENIAL”. Upaya perbaikan gizi pada remaja yang dilakukan oleh sektor kesehatan tidak akan mencapai hasil maksimal tanpa adanya intervensi sensitif yang dilakukan oleh sektor non kesehatan lainnya.
Indonesia membutuhkan remaja yang produktif, kreatif, serta kritis demi kemajuan bangsa. Hal tersebut hanya dapat dicapai apabila remaja sehat dan berstatus gizi baik.
Remaja sehat bukan hanya dilihat dari fisik tetapi juga kognitif, psikologis dan sosial. Periode remaja merupakan windows of opportunity kedua yang sangat sensitif dalam menentukan kualitas hidup saat menjadi individu dewasa dan juga dalam menghasilkan generasi selanjutnya.
Kemkes menulis, Peringatan Hari Gizi Nasional ke-60 kali ini memiliki tujuan sebagai berikut:
- Meningkatkan pengetahuan generasi milenial untuk sadar gizi dan kesehatan
- Melakukan penyebarluasan informasi dan promosi kepada masyarakat tentang pentingnya gizi optimal dalam mewujudkan pembangunan SDM berkualitas;
- Meningkatan peran media masa dalam kampanye gizi terhadap remaja sebagai salah satu penanggulangan stunting
- Meningkatkan komitmen antara pemangku kepentingan baik sektor kesehatan ataupun non-kesehatan di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, swasta dalam kesehatan dan gizi.
Sumber: kemkes.go.id