Mungkin Anda pernah mendengar gerakan one day no rice. GErakan satu hari tanpa nasi. GErakan ini tentu tidak dimaksudkan untuk melarang orang mengonsumsi beras sebagai makanan pokok. Juga tidak dimaksudkan untuk menghambat program peningkatan produksi padi nasional.
Gerakan ini, seperti dituturkan oleh Nur Mahmudi Ismail, Ph.D, dalam bukunya One Day No Rice – Gerakan Lokal untuk Indonesia, adalah untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat, untuk mulai mengurangi makan nasi dimulai dengan mengonsumsi makanan yang beragam, bergizi, seimbang, dan aman berbasis sumber daya lokal.
Namun demikian, dalam prosesnya, yang terpenting adalah bagaimana kita mulai memahami dan mengenali bahan pangan pokok kita, terutama beras apakah beras yang kita konsumsi sudah sesuai dengan kebutuhan gizi kita.
Jangan sampai beras yang kita konsumsi justru tidak memberikan manfaat sebagai sumber energi dan zat gizi, lantaran dikonsumsi secara berlebih atau salah dalam mengolahnya.
Perlu kita ketahui juga bahwa ternyata, beras juga ada varitas beras tertentu yang mengandung senyawa/komponen bioaktif dengan fungsi fisiologis yang bermanfaat bagi kesehatan dan dapat diarahkan untuk berperan sebagai pangan fungsional.
Pangan fungsional adalah pangan yang secara alami—atau karena suatu proses—mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis yang bermanfaat bagi kesehatan. Beras-beras apa saja yang memiliki manfaat fungsional ?
Golden Rice – Beras yang Kaya Betakaroten
Prof I. Potrykus, dengan menggunakan teknik transfer gen, telah mengembangkan beras kaya betakaroten yang sering disebut beras emas (golden rice) dari varitas Taipei 309. Penelitian ini dilanjutkan oleh para peneliti dari Swiss Federal Institute of Technology, University of Friburg, Germany, dan Dr P. Beyer.
Menurut Potrykus, kebutuhan betakaroten setiap hari dapat dipenuhi dengan mengonsumsi 300 gram nasi beras emas. Saat ini, negara-negara berkembang menggunakan beras emas sebagai donor dalam mengembangkan varitas lokal yang mempunyai betakaroten tinggi dengan menggunakan metode pemuliaan konvensional.
Di Indonesia, hal tersebut sudah diteliti di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Kebun Percobaan Muara, Bogor, pada tahun 2011. Pengembangan jenis beras emas ini diharapkan dapat mengantisipasi dan mengurangi prevalensi kekurangan vitamin A yang merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia.
Beras Antidiabetes – Beras dengan Indeks Glikemik Rendah
Indeks glikemik adalah tingkatan pengaruh bahan pangan tersebut terhadap gula darah. Nilai indeks glikemik bahan pangan dikelompokkan menjadi rendah (<55), sedang (55–70), dan tinggi (>70). Jika penderita diabetes mengonsumsi bahan pangan yang memiliki indeks glikemik tinggi, kadar gula darahnya cepat meningkat, dan sebaliknya.
Sebagai upaya penyembuhan, penderita diabetes biasanya di sarankan mengonsumsi obat yang dikombinasikan dengan diet dan olahraga. Para diabetesi seringkali membatasi konsumsi nasi karena beras dituding sebagai pangan hiperglikemik, padahal beras mempunyai kisaran indeks glikemik yang luas.
Beras dengan indeks glikemik rendah, umumnya bila dimasak menghasilkan nasi pera, sehingga kurang disukai oleh diabetesi yang terbiasa mengonsumsi nasi pulen, seperti masyarakat dari etnis Sunda dan Jawa.
Tetapi, tidak demikian dengan diabetesi asal Sumatera Barat dan Kalimantan Selatan yang sudah terbiasa mengonsumsi nasi pera.Terlepas dari preferensi tekstur dan rasa nasi, penderita diabetes perlu mengacu pada kebutuhan energi yang diperlukan oleh masing-masing individu.
Beras Ketan Hitam
Beras merah dan beras hitam mempunyai kandungan gizi yang lebih baik dibanding beras putih, khususnya kandungan antioksidan dan asam folat.
Di Jepang, beras merah sangat populer sebagai salah satu sumber pangan fungsional karena mengandung polifenol dan antosianin. Di Cina, beras ketan hitam dikenal sebagai makanan penguat tubuh dan berkhasiat obat. Sedangkan di Myanmar, varitas Na Ma Tha Lay dianggap sebagai obat dan mudah dicerna; dan dikonsumsi oleh raja-raja dan kaisar Birma.
Beras hitam asal Korea, Heugjinjubyeo, dianggap beras yang menyehatkan di Asia. Hal ini disebabkan oleh kandungan antosianinnya yang meliputi cyanidin 3-O-glukosida, peonidin 3-O-glukosida, malvidin 3-O-glukosida, pelagonidin 3-O-glukosida, dan delphinidin 3-O-glukosida. Varietas unggul baru beras merah Aek Sibundong mempunyai kandungan asam folat yang hampir sama dengan Njavara, varitas beras lokal asal India yang hampir punah dan digunakan sebagai terapi kesehatan asal India (Ayurveda). Warna pada beras merupakan ciri khusus yang diturunkan. (SA)