Stoyan dan rekannya menduga bahwa hormon tertentu seperti epinefrin, norepinefrin, adenosin dan prostaglandin kemungkinan menghambat aktivasi integrin dengan mematikan saklar utama. Untuk mengujinya, mereka mempelajari sel-sel dari orang yang terinfeksi cytomegalovirus (CMV).
Sel T seharusnya mencari dan menghancurkan sel yang terinfeksi CMV, tetapi ketika sel T pasien dicampur dengan hormon yang dicurigai dalam tabung reaksi, kemampuan sel T untuk mengaktifkan integrin menurun.
Selanjutnya, para peneliti mengumpulkan 10 sukarelawan sehat yang bersedia menghabiskan satu malam tidur di laboratorium dan satu malam lagi pada dua minggu kemudian.
Selama jam-jam tidur pada malam hari, sukarelawan dihubungkan dengan kateter yang dimasukkan melalui pembuluh darah sehingga peneliti dapat mengambil sampel darah tanpa mengganggu tidur mereka.
Tidur cukup pada malam hari
Para peneliti membandingkan sel T yang dikumpulkan pada seseorang yang cukup tidur pada malam hari dan membandingkannya dengan sel T dari orang yang terjaga sepanjang malam dan menemukan. Kemudian ditemukan ketika relawan sedang tidur kadar hormon stres lebih rendah daripada ketika relawan terjaga sepanjang malam.
Lebih penting lagi, sel-sel T dari relawan yang punya cukup jam tidur memiliki lebih banyak integrin yang dapat diaktifkan untuk melawan infeksi daripada mereka yang tak cukup tidur, yang berarti juga mereka lebih kuat.
Dr. Louis DePalo seorang profesor kedokteran, paru-paru, perawatan kritis dan gangguan tidur dari Fakultas Kedokteran Icahn di Mount Sinai, New York mengatakan bahwa berbagai studi klinis telah menunjukkan bahwa orang yang tidak mendapatkan kualitas atau tidur yang cukup lebih mungkin jatuh sakit setelah terkena virus,” katanya seperti dilansir laman voaindonesia.
“Studi (baru) ini menunjukkan jalur molekul lain di mana kualitas dan kuantitas tidur yang baik dapat menyebabkan efek suportif imun melalui sel imun, yang disebut sel T,” ujar DePalo (SA)