Sehatalami.co ~ Indonesia saat ini memasuki masa krusial angka kerterjangkitan virus Covid-19. Dalam beberapa hari, jumlah kasus terpapar covid-19 terus melonjak tajam. Berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, pada Kamis (15/7/2021) pukul 12.00 WIB, angka kasus baru Covid-91 di Indonesia telah mencapai angka 56.757. Ini merupakan jumlah tertinggi penambahan pasien dalam sehari selama pandemi. Sehari sebelumnya, penambahan kasus tertinggi mencapai 54.517 orang.
Berdasarkan laporan WHO, kasus Covid-19, mingguan secara nasional di Indonesia naik hingga 44 persen. Bahkan ada lima provinsi di luar Jawa-Bali yang mengalami lonjakan lebih dari 100 persen. Laporan persentase kenaikan kasus Corona ini tertuang dalam Situation Report-63 yang dirilis oleh WHO pada Rabu (14/7/2021).
Dalam laporan tersebut, selama 5 Juli hingga 11 Juli kasus Corona meningkat hingga 44 persen. Sedangkan kasus kematian mencapai 69 persen.
“Selama minggu 5-11 Juli, secara nasional, ada peningkatan 44 persen kasus Corona dan 69 persen peningkatan kematian jika dibandingkan dengan minggu sebelumnya. Semua provinsi mengalami peningkatan jumlah kasus dibandingkan minggu sebelumnya: 15 provinsi mengalami peningkatan 50 persen atau lebih. Lonjakan kasus berarti lebih banyak pasien yang harus rawat inap, semakin menambah beban tenaga kesehatan dan sistem kesehatan, dan meningkatkan risiko kematian,” tulis WHO dalam laporan yang dilihat detikcom, Jumat (16/7/2021).
Belajar dari Italia dalam mengendalikan lonjakan Covid-19
Dilansir dari laman Kompas.com (28/06/2021), Italia yang dulu menjadi negara dengan kasus Covid-19 terparah di Eropa bahkan salah satu yang terburuk di dunia, kini sudah menyatakan risiko rendah terpapar infeksi dan bebas masker.
Disebutkan, dalam dekrit yang mulai berlaku Senin (28/6/2021), Kementerian Kesehatan Italia untuk pertama kalinya mengklasifikasikan semua 20 wilayah sebagai zona putih, yang berarti risiko rendah sesuai tingkat keparahan zona di negara itu. Itu berarti masker wajah tidak wajib dipakai di luar ruangan. Lalu apa yang dilakukan Italia untuk membalikkan roda nasib mereka? Berikut adalah cara-caranya.
1. Lockdown lama, tes dan penelurusan yang efektif
Dilaporkan oleh BBC pada 1 Oktober 2020, sebenarnya sulit menentukan dengan tepat mengapa Italia mengalami penurunan kasus baru Covid-19. Tingkat pengujiannya tidak terlalu tinggi, bahkan Inggris melakukan tiga kali lebih banyak.
Meski begitu, tes swab tersedia luas dan rapid test sekarang dilakukan di beberapa bandara, stasiun kereta api, dan sekolah, jadi tidak ada kendala akses seperti di sejumlah negara.
Italia juga menyediakan tes Covid-19 untuk anak kecil. Perhatian mereka dialihkan dengan permen lolipop atau gambar-gambar berwarna saat tes swab sampai selesai. Tes Baby Drive-in di Roma ini melayani anak-anak dari bayi baru lahir hingga usia enam tahun. Hasilnya keluar dalam waktu 30 menit. Jika negatif si kecil boleh kembali ke penitipan atau sekolah.
Penjelasan lain paling masuk akal adalah kombinasi pengujian dan pelacakan yang efisien, serta lockdown lama. Italia adalah negara pertama di dunia yang ditutup secara nasional dan termasuk yang terakhir membuka kembali.
2. Melakukan lockdown secara bertahap
Dilaporkan, Italia awalnya mengkarantina kota-kota, kemudian wilayah Lombardy di utara, lalu seluruh semenanjung dan pulau-pulaunya, meski hampir tidak ada virus corona di sebagian besar Italia tengah dan selatan saat itu.
Kebijakan yang tidak populer tersebut, bertujuan untuk mencegah pekerja di industri utara bisa pulang ke rumah di selatan demi memutus paparan baru di walayah tersebut. Selain itu, juga bertujuan untuk mendorong opini dan persepsi masyarakat secara nasional yang kompak dan terpadu. Awal wabah virus corona di Italia terpusat di rumah sakit yang membeludak, tetapi meski melelahkan pada akhirnya membuat dokter dan perawat bisa mempercepat pelacakan kontak.
Lockdown Italia pada akhirnya berefek penurunan kasus dan mengurangi kemungkinan kontak dengan seseorang yang terinfeksi. Pada akhir lockdown Italia, sirkulasi virus turun tajam, dan di beberapa wilayah tengah dan selatan hampir tidak ada rantai penularan sama sekali.
3. Tindakan setelah lockdown
Dilansir dari harian Kompas.com ( 28/06/2021), Italia tidak berpuas diri begitu saja setelah lockdown berakhir, dan justru bergegas meneliti lebih lanjut wabah Covid-19 yang menerpa mereka. New York Times pada 31 Juli 2020 menerangkan, setelah awal yang buruk, Italia mengonsolidasikan atau setidaknya mempertahankan aturan-aturan lockdown melalui kombinasi kewaspadaan dan keahlian medis.
Pemerintahannya mengambil kebijakan yang dipandu oleh komite ilmiah dan teknis. Dokter, rumah sakit, dan petugas kesehatan setempat mengumpulkan lebih dari 20 indikator virus setiap hari dan mengirimkannya ke otoritas regional, yang kemudian meneruskannya ke Institut Kesehatan Nasional.
Hasilnya adalah laporan mingguan yang menjadi dasar kebijakan. Semua yang dijalani Italia selanjutnya jauh dari kata panik, berbeda seperti awal Maret.
4. Tidak ragu untuk lockdown kedua
Menariknya, Italia mendasarkan kebijakannya berdasarkan sains, sehingga baik Pemerintah Italia maupun rakyatnya tidak ragu saat menerapkan lockdown kedua saat kasus Covid-19 kembali melonjak.
Pada awal Agustus 2020 parlemen Italia mengumumkan keadaan darurat hingga 15 Oktober setelah Perdana Menteri Giuseppe Conte memperingatkan, tidak boleh lengah karena virus masih beredar. Kebijakan tersebut memungkinkan pemerintah untuk tetap melakukan restriksi dan merespons dengan cepat, termasuk dengan lockdown, untuk setiap klaster baru.
Selain itu, pemerintah juga membatasi kedatangan dari puluhan lebih negara ke Italia, karena impor virus termasuk faktor lonjakan kasus.
“Ada banyak situasi di Perancis, Spanyol, Balkan, yang berarti bahwa virus itu tidak hilang sama sekali,” kata Ranieri Guerra, asisten direktur jenderal untuk inisiatif strategis di WHO yang juga dokter Italia.
5. Nyawa orang lebih penting daripada ekonomi
Perdebatan antara ekonomi dan kesehatan atau nyawa yang lebih diutamakan, bahwa nyaris tidak terdengar, karana Pemerintah Italia lebih mengutamakan keselamatan nyawa, sehingga tidak ragu melakukan lockdown. Karena itu, meskipun lockdown merugikan Italia secara ekonomi. Di mana, selama tiga bulan, bisnis dan restoran harus tutup, pergerakan masyarakat juga sangat dibatasi. Bahkan perjalan antarwilayah, antarkota, dan tempat wisata dihentikan. Kebijakan lockdown tetap dilakukan!
Italia waktu itu diperkirakan akan kehilangan sekitar 10 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) 2020. Namun para pejabat Italia lebih mengutamakan nyawa orang dibandingkan perekonomian. “Kesehatan orang-orang Italia datang dan akan selalu menjadi yang utama,” kata Conte saat itu.
Strategi lockdown total memang sempat dianggap berlebihan oleh para kritikus karena melumpuhkan roda ekonomi. Namun akhirnya terbukti cara itu lebih baik daripada menggerakkan kembali perekonomian saat virus corona masih menyebar luas, seperti yang terjadi di Amerika Serikat, Brasil, dan Meksiko.
6. Gencarkan vaksinasi
Sepertiga penduduk Italia di atas usia 12 tahun telah divaksinasi sampai Minggu (27/6/2021), atau tepatnya 17.572.505 orang, menurut data Pemerintah “Negeri Pizza”. Italia juga berencana memberikan semua warganya vaksinasi gratis untuk melawan virus corona, yang dimulai dari dokter dan penghuni panti jompo, setelah vaksinnya disetujui. Menteri Kesehatan Roberto Speranza mengatakan, Italia telah menandatangani kontrak untuk vaksin dari AstraZeneca, Johnson & Johnson, Sanofi, Pfizer, CureVac, dan Moderna.
(SA, sumber: kompas.com dan berbagai sumber).