Jamu sudah menjelajah mancanegara. Salah satunya di Amerika serikat. Adalah Morsinah Katimin salah satu pioner pembuatan jamu di negeri paman sam itu.
Lewat produknya yang berlabel Sajen mengantarkannya memperolah penghargaan “Good Food” pada tahun 2018 ini. Morsinah saat ini menetap di San Francisco. Tentang produk jamunya, perempuan asal Parakan, Temanggung, Jawa tengah ini menawarkan 4 rasa jamu, yaitu kunyit, jahe kunyit, cengkeh kayu manis dan jahe lengkuas. Masih-masing jamu dibandrol dengan harga 5 dolar atau sekitar 70 ribu rupiah sebotol. Ia memilih nama Sajen karena terinspirasi ketika kecil kerap mengamuk ketika sedang marah.
Label “Sajen” kini dikenal sebagai produk jamu dan sambal yang dirintisnya di Amerika. “Sambal sedang naik daun di Amerika. Banyak warga Amerika yang sudah pernah pergi ke Indonesia menyukai sambal, tapi mereka tidak tahu bagaimana membuatnya,” ujarnya seperti dilansir laman voaindonesia.com .
Lulusan Universitas Colombia, New York ini dulunya bekerja sebagai konsultan di berbagai badan dunia PBB. Memulai terjun di dunia entepreneur pada 2010. Morsinah mengaku bahwa usahanya ini berkat bantuan “La Cocina” sebuah organisasi nirlaba yang mengelola dapur bersama untuk usaha rintisan di bidang kuliner.
Morsinah adalah orang Asia dan Indonesia pertama yang menjadi peserta program pelatihan di “La Cocina” hingga tahun 2014. Organisai nirlaba ini menyediakan ruang dapur komersial, bantuan teknis dan bisnis, serta akses ke peluang pasar dan penjualan. “Kami kebanyakan membantu imigran perempuan, warga non kulit putih dan mereka yang jarang memperoleh kesempatan kepemilikan bisnis di industri makanan,” jelas Leticia Landa, Wakil Direktur “La Cocina”.
Berbekal pengalamannya saat ikut program pelatihan di La Cocina mulailah terjun di bidang kuliner. Pada awalnya memnang tidak ingin menjual jamu. Morsinah menggagapnya sebagai hal kuno. Namun kemudian berubah pikiran setelah mempelajari banyaknya khasiat jamu. Apalagi setelah mendapatkan dukungan dari Leticia yang menekankan bahwa produk jamunya dianggap unik dan pantas dilempar ke pasar.
Selain itu rasanya juga enak. “Nama saya dulunya Morsinah kan, memang dari kecil kan saya diberi nama Morsinah, Morsinah itu kan nama kampungan. Nama bapak saya Katimin, itu pun saya terlalu bangga sekarang, dulunya saya nggak senang, aduh namanya kampungan banget gitu loh. Tapi sekarang, semakin tua, saya menjadi semakin bangga dengan warisan budaya saya,” tambahnya lagi.
Sebelum memutuskan menggunakan nama ‘Sajen’ untuk produknya, Morsinah awalnya sempat ingin memakai nama ‘Kampung Food and Drinks’. “Tapi orang-orang focus group (di La Cocina) kurang setuju karena menurut mereka, untuk membuat sebuah merek, kamu harus mencari kata yang amat singkat, terdiri dari 5 huruf atau kurang,” jelasnya.