Memaafkan diri karena kurang atau bahkan tidak menghargai potensi diri yang sebenarnya sangat baik, lalu bangkit untuk maju, tentu saja sangat baik dan berefek positif bagi kebahagiaan diri.
Bagaimana dengan pemaafan terhadap diri sendiri? Lebih lanjut Dr Kasim Rasjidi menjelaskan, yang jarang dilakukan justru adalah minta maaf pada diri sendiri atas perlakuan manipulatif yang sudah dikerjakan. Misalnya kita mohon maaf pada lidah sendiri yang sejatinya diciptakan untuk kebaikan, tetapi justru dipakai untuk menipu, mengumpat atau berkelit.
Untuk pemaafan diri ini, efek baik tentu saja akan didapat jika permintaan maaf tersebut diikuti perbuatan untuk memperbaiki yang prosesnya mungkin saja tidak sebentar. “Di sebuah diskusi yang membahas karakter, seorang pembicara mengatakan bahwa sering menipu diri dapat berpengaruh pada kurangnya kepercayaan diri, “ katanya.
Karenanya memberikan maaf pada diri sendiri, misalnya dari kebiasaan lari dari tanggung jawab, lalu mengatakan pada diri sendiri bahwa itu tidak sesuai dengan karaker diri yang sesungguhnya, atau memaafkan diri karena kurang atau bahkan tidak menghargai potensi diri yang sebenarnya sangat baik, lalu bangkit untuk maju, tentu saja sangat baik dan berefek positif bagi kebahagiaan diri.
Begitu juga, misalnya memaafkan diri sendiri, setelah menyadari bahwa ternyata selama ini lebih banyak melihat kekurangan diri, lalu bangkit dengan menyadari adanya potensi tersembunyi yang selama ini tidak terdayagunakan.
Irma Rahayu, Soul Healer dalam bukunya berjudul, Emotional Healing Therapy, mengatakan, hal yang paling sering diucapkan, namun cukup berat untuk benar-benar dikerjakan adalah memaafkan diri sendiri. Namun, demikian, keberanian dalam mengingat emosi yang hadir dalam rangkaian peristiwa masa lalu, yang membuat hidup kita tidak bahagia, dan kemudian kejujuran dalam mengakui setiap perasaan yang muncul untuk rela melepaskannya.
Irma Rahayu menuturkan, ketika kita jujur mengakui dan menerima perasaan kita akan hal yang menyakitkan itu, maka proses memaafkan diri sendiri akan lebih baik dan menjadi lebih efektif dalam melepaskan diri dari ikatan emosi negative yang selama ini membelenggu. Dengan begitu, energi buruk dalam tubuh bisa keluar dengan sempurna.
Dengan memaafkan diri sendiri, kiranya beban masa lalu seseorang tidak lagi menimbulkan rasa sakit dan kemarahan, karena dengan cara ini maka, seseorang akan sampai pada tingkat kesadaran yang lebih tinggi. Sebab seperti Gede Prama, spiritualis dan guru meditasi pada lembaga pelatihan SDM, Dynamics Consulting katakan, sejatinya semua yang hadir di dalam hidup kita, betapapun tidak nyaman dan menyakitkan, hakikatnya adalah ‘guru’ yang dikirim oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk mengajari dan menuntun kita ke level yang lebih tinggi, yaitu hening atau hidup dalam suasana bathin yang ikhlas dan penuh dengan pemaapan.
Karenanya, inilah saatnya bagi setiap individu untuk meminta maaf pada diri sendiri dan orang lain. Dan lalu berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Memperbaiki interaksi yang sudah retak atau malah sudah pecah dan bertekad memulai membuka lembaran kehidupan dengan identitas yang baru pula. (SA)