Dalam tubuh semua orang terdapat radikal bebas, sebagai hasil sampingan dari proses pembentukan energi. Energi itu sendiri didapat lewat proses metabolisme dengan membakar (mengoksidasi) zat-zat makanan seperti protein, lemak dan karbohidrat.
Zat-zat tersebut kemudian diubah atau dikonversikan menjadi senyawa pengikat energi (Adenosin Triphospat atau ATP), dengan bantuan oksigen. Pada proses oksidasi inilah, radikal bebas atau reactive oxygen species (ROS) jenis anion superoksida dan hidroksil radikal, ikut terproduksi.
Menurut Prof. Arif, radikal bebas dibutuhkan tubuh dalam jumlah tertentu. Radikal bebas dibutuhkan sebagai bagian dari pertahanan tubuh, yang dapat membantu sel darah putih (leukosit) untuk menghancurkan atau memakan kuman yang masuk ke dalam tubuh.
Namun, pada kenyataannya radikal bebas sering tercipta melebihi kebutuhan tubuh. Selain tercipta karena proses metabolisme, radikal bebas terbentuk akibat lingkungan dan gaya hidup. Seperti polusi kendaraan bermotor, asap rokok, paparan sinar ultraviolet yang terus-menerus, dan sebagainya.
Ketika radikal bebas di dalam tubuh jumlahnya menjadi terlalu banyak, fungsinya akan berubah menjadi destruktif (perusak). Radikal bebas menjadi liar dengan merebut elektron dari molekul lainnya, seperti protein, karbohidrat, lemak dan DNA (deoxyribo nucleic acid).
Akibatnya, molekul lain yang dirampas elektronnya menjadi rusak dan bisa mengalami mutasi. “Inilah yang menjadi penyebab berbagai penyakit degeneratif (penyakit penuaan) atau kanker,” terang Prof. Arif.
Penuaan Dini
Penuaan dini merupakan proses penuaan yang lebih cepat dari yang seharusnya, di mana radikal bebas berperan sangat besar. Pada wanita, hal ini dikenal dengan istilah menopause dini, yang ditandai dengan penurunan produksi estrogen.
Sedangkan pada pria, dikenal dengan andropause, yang ditandai dengan penurunan produksi testosteron. ”Banyak faktor yang mempengaruhi. Di antaranya genetik dan gaya hidup yang buruk, seperti makanan dengan gizi yang tidak seimbang, konsumsi alkohol, merokok dan stress,” kata dr. Nugroho Setyawan, SpAnd. (SA)