Menristek Bambang mengatakan, Lembaga Molekular Biologi Eijkman sedang dalam pembicaraan dengan PT Bio Farma untuk memproduksi vaksin yang menjaga kekebalan tubuh terhadap virus corona.
Sehatalami.co ~ Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro, mengatakan, dana penelitian terbesar untuk perguruan tinggi badan hukum (PTN-BH) 2020 senilai Rp 514,2 miliar, dialokasikan untuk riset kesehatan dan obat.
Di dalamnya juga sudah ada pembicaraan dan penelitian untuk mengatasi virus corona COVID-19 di Indonesia. Hal itu disampaikan dalam kesempatan mengumumkan dana riset untuk PTN-BH dan penandatangan kontrak penelitian dan pengabdian masyarakat.
Lebih lanjut, Menristek Bambang mengatakan, Lembaga Molekular Biologi Eijkman sedang dalam pembicaraan dengan PT Bio Farma untuk memproduksi vaksin yang menjaga kekebalan tubuh terhadap virus corona.
“Di samping itu juga dilakukan riset terhadap salah satu biodiversiti kita namanya curcumin sebagai obat potensial untuk bisa mencegah atau mengobati corona,” kata dia di Hotel Atlet Century, Rabu, 26 Februari 2020 di hadapan para wartawan.
Dikutip dari laman berita Tempo.co, Dana penelitian untuk PTN-BH itu diberikan kepada 11 perguruan tinggi berdasarkan hasil penilaian kinerja penelitiannya, dan akan digunakan untuk sepuluh bidang.
Penelitian kesehatan dan obat mendapat porsi terbesar yakni 31 persen. Penelitian sosial humaniora serta pangan dan pertanian menjadi penerima kedua dan ketiga terbesar, yakni 19 dan 15 persen.
Setelah ketiganya, prioritas berikutnya adalah material maju 11 persen, energi dan energi terbarukan 7 persen, teknologi informasi dan komunikasi 5 persen, kebencanaan 5 persen, pertahanan dan keamanan 3 persen, kemaritiman 3 persen, dan transportasi 2 persen.
Terkait penelitian virus corona
Meski begitu, terkait dengan virus corona, menurut Bambang, akan membutuhkan penelitian lebih lanjut dan yang paling penting upaya ini sudah dimulai. “Kita harus terus melakukan upaya penelitian sehingga kita lebih antisipatif menghadapi berbagai kemungkinan penyakit atau wabah yang kemungkinan terjadi di masa yang akan datang,” ujar Bambang.
Sementara, dilansir dari Tempo.co, Peneliti Senior Lembaga Biologi Molekuler Eijkman David H. Muljono, dalam acara Seminar Awam bertajuk ‘Menyikapi Virus Corona 2019-nCoV: dari Lembaga Eijkmam untuk Indonesia’ di Auditorium Sitoplasma, Lembaga Eijkman, Jakarta Pusat, Eijkman beberapa lalu mengakui telah melakukan pembahasan awal dengan PT Bio Farma. “Untuk mengembangkan vaksin untuk melawan COVID-19,” katanya saat itu.
Menurut Head of Corporat Communication Bio Farma, Iwan Setiawan, Bio Farma sudah memiliki kemampuan mengembangkan vaksin. “Secara teknologi kami sudah terbiasa dengan virus,” katanya sebagaimana dikutip dari Tempo.co beberapa waktu lalu.
Iwan mengatakan, produksi vaksin membutuhkan ‘bibit’ virus yang dilemahkan. Bibit virus itu belum tersedia untuk kasus virus corona yang saat ini sedang mewabah dari Wuhan, Cina. Iwan mengatakan, hingga saat ini belum ada negara yang bisa memproduksi vaksin corona Wuhan. “Kami harus ada seed-nya, itu biasanya dari WHO,” kata dia. “Ini kan outbreak, baru.”
Penelitian terhadap curcumin
Sedangkan untuk penelitian curcumin, masih menurut laporan Tempo.co, Guru Besar Biokimia dan Biologi Molekuler Universitas Airlangga, Chaerul Anwar Nidom, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukannhya.
“Penelitian curcumin yang berasal dari empon-empon, terdiri dari jahe-jahean, kunyit, temulawak, sereh, dan lain-lain akan dilakukan oleh para peneliti di Professor Nidom Foundation (PNF),” tutur dia saat dihubungi Rabu malam kemarin.
Nidom yang saat ini sebagai Ketua Tim Riset CoV & Formulasi Vaksin di PNF mengatakan, saat ini dia dan tim sudah membuat dua formulasi yang sedang menunggu uji-preklinik. “Mudah-mudahan segera akan ditemukan formulasi berikutnya,” kata Nidom.
Formulasi-formulasi tersebut akan ditujukan untuk penyakit-penyakit yang spesifik, misalnya untuk penyakit flu termasuk Flu Burung, COVID-19, Malaria, dan lain-lain. Nidom menganjurkan agar masyarakat tetap mengkonsumsi minuman dan makanan sebagaimana biasa dilakukan.
“Sejauh ini, PNF belum kontak dengan institusi manapun. Platform riset ini sebetulnya sudah pernah kami lakukan terhadap virus atau infeksi flu burung beberapa tahun lalu,” ujar Nidom. (SA)
Sumber: Tempo.co