Setiap 30 detik, seorang di Uni Eropa mengalami patah tulang (fraktur) akibat osteoporosis. Begitu data yang diungkapkan Juliet Compston dalam bukunya yang berjudul ”Fast Fact – Osteoporosis”. Sebagian besar patah tulang akibat osteoporosis itu terjadi di tulang belakang, tulang panggul, dan pergelangan tangan.
Sehatalamai.co ~ Osteoporosis tidak hanya membuat tulang rentan patah. Ada berbagai komplikasi penyakit yang merenggut kesehatan dan menurunkan kualitas hidup orang secara drastis. Itulah sebabnya International Osteoporosis Foundation mengajak semua orang lebih bertanggung jawab atas kesehatan tulangnya lewat tema “Stand Tall – Speak Out for Your Bones untuk peringatan World Osteoporossis Day tahun ini, yang diperingati pada 20 Oktober.
Kalau takut sakit jantung sudah dianggap wajar oleh orang banyak, tidak demikian dengan tulang keropos. Padahal, mewaspadai kesehatan tulang sama pentingnya dengan mewaspadai kesehatan organ-organ tubuh lainnya. Bayangkan kalau tulang kita rapuh. Gerakan sederhana saja berisiko tinggi untuk mengalami keretakan atau patah tulang. Bahkan jantung pun bisa-bisa tidak akan berfungsi normal lagi.
Inilah yang terjadi pada Ibu Tini (bukan nama sebenarnya) yang tidak pernah memeriksakan kondisi tulangnya. Suatu hari, ia merasakan sakit yang tak tertahankan di pangkal paha ketika ia jatuh saat menuruni tangga. Dokter mendiagnosis patah tulang dan harus dioperasi. Namun saat operasi, tulangnya begitu rapuh dan jatuh berantakan sehingga harus dibuang.
Selesai operasi ia harus belajar berjalan selama 1 tahun. Jalannya pun pincang karena kedua kakinya tidak sama panjang, serta harus berhati-hati melangkahkan kaki agar tidak patah tulang lagi. Naik turun mobil juga harus pakai cara khusus. Semua gerakannya kini dibayangi ketakutan patah tulang.
Ketakutan ini tentunya wajar mengingat setiap 30 detik, seorang di Uni Eropa mengalami patah tulang (fraktur) akibat osteoporosis. Begitu data yang diungkapkan Juliet Compston dalam bukunya yang berjudul ”Fast Fact – Osteoporosis”, ”Sebagian besar patah tulang akibat osteoporosis itu terjadi di tulang belakang, tulang panggul, dan pergelangan tangan,” imbuh Dr Annisa Nuhonni, SpRM, Kepala Bidang Pengabdian Masyarakat Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (PEROSI).
Patah tulang memang akan menimbulkan penderitaan yang tak ringan. Lagi pula, banyak komplikasi osteoporosis lain yang harus kita waspadai karena dapat menurunkan kualitas kesehatan. Meskipun demikian, penderita osteoporosis tak perlu berkecil hati. Untuk setiap masalah, ada cara pencegahan maupun cara mengkoreksinya sehingga kualitas hidup tak perlu dikorbankan.
Mobilitas terganggu
Bermula dari ketakutan akan mengalami patah tulang saja, mobilitas seseorang dengan osteoporosis sudah bisa terganggu. ”Jalannya jadi lebih lambat, pola geraknya pun mungkin berubah, bahkan mungkin tidak mau bergerak sama sekali” kata Nuhonni, yang juga adalah anggota tim ahli Perkumpulan Warga Tulang Sehat Indonesia (PERWATUSI).Seperti yang dialami oleh seorang.
”Setelah melakukan pemeriksaan tulang gratis di sebuah mall, seorang ibu dengan panik menelepon saya. Ia mengatakan, hasil pemeriksaan tulang menyatakan dia menderita osteoporosis, dengan T-score bone mineral density (BMD) -3 (di bawah -2,5 dinyatakan osteoporosis). Dua hari setelah itu, saat kami bertemu, dia datang dengan didorong kursi roda, tidak berani jalan sendiri karena takut jatuh!
Hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi, karena kita bisa mengatur ruang di rumah atau di kantor agar lebih kondusif, antara lain dengan menyingkirkan kabel-kabel yang mungkin bisa membuat tersandung, meratakan permukaan karpet, dan menyediakan penerangan yang cukup.
Untuk menghindari kemungkinan tergelincir, area kamar mandi sebaiknya selalu dikeringkan setelah digunakan; dan bila perlu pasanglah karpet anti slip dan pegangan di sepanjang dindingnya. Dengan demikian gerakan penderita osteoporosis lebih leluasa, tanpa takut terjatuh.
Begitu juga dalam berpakaian, sebaiknya dipilih yang tidak mengganggu gerakan, dengan potongan yang lurus dan longgar. Untuk sepatu, hindari hak tinggi dan sepatu bertali, dan sebaiknya pilih sol yang kasar sehingga tak mudah terpeleset.
Namun, selain kekhawatiran akan jatuh, gangguan mobilitas juga bisa terjadi akibat kondisi tulang yang memang sudah rusak. Patah tulang rusuk, misalnya, membuat kita sakit saat menarik napas. Sementara patah tulang leher membuat kita sulit menengok saat dipanggil orang.
Patah tulang belakang dan tulang pinggul bahkan bisa membuat seseorang tidak bisa berjalan. ”Kadangkala, meski sudah dipasang bonggol tulang baru lewat operasi, keserasian gerak seseorang seringkali tidak kembali seperti keadaan normal,” kata Nuhonni. (SA)