Anda ingin mengonsumsi makanan dan sumber pangan yang sehat, lezat serta tidak ada timbul rasa bersalah dan khawatir? Cobalah cermati tip-tip berikut ini.
Kini semakin banyak supermarket cuap-cuap untuk go green dengan memberikan hadiah jika pembelinya dapat mengumpulkan sejumlah points. Hadiahnya biasanya berupa tas daur ulang yang ramah lingkungan. Bisa juga dapat potongan diskon dengan harga murah, tas atau produk-produk lain yang diaku ramah lingkungan.
Meski begitu, di banyak Negara Barat, orang tidak begitu saja percaya dan membeli produk-produk yang diaku ramah lingkungan. Mereka juga mulai mempertanyakan apakah Anda makan apel yang ditanam secara organik atau apel dari kebun konvensional? Dan kalau supermarket menjual produk organik, mereka mempertanyakan apakah sayuran dan buah-buahan organik yang dijual itu berasal dari kebun lokal atau produk impor?
Komuitas masyarakat organik mulai ikut mengkampanyekan pentingnya konsumsi produk-produk pangan lokal atau impor dari negara-negara ketiga karena dianggap bisa membantu mengurangi kemiskinan.
Akan terapi komunitas organik juga cukup kritis dan mulai mempertanyakan dari mana asal makanan di dapat. Misalnya saja, jarak perjalanan yang jauh dan lama dari negara asal produk pangan serta pengepakan yang apa adanya, bukankah itu mengurangi kualitas produk?
Juga apakah ikan lezat yang kita santap saat makan siang atau makan malam berasal dari laut yang sudah tercemar? Bagaimana ayam goreng yang nikmat itu semasa hidupnya sebelum dipotong? Hidup di kandang yang sempit yang tak memungkinkannya bergerak atau dilepas di kebun/alam?
Pertanyaan-pertanyaan ini mulai membingungkan Anda, bukan? Untuk itu yuk, mari simak beberapa tip berikut ini, agar Anda tetap bisa makan lezat, sehat, sekaligus tanpba beban rasa bersalah.
1. Pilih makanan yang tidak diproses
Michael Pollan penulis buku The Omnivore’s Dilemma menasehatkan agar kita tidak makan makanan yang tidak dikenal nenek moyang kita. Ia memberi contoh, jangan minum jus buah lyang sudah dikemas dalam botol, karena jus tersebut sudah diproses di pabrik. Michael yang memiliki kebun sayuran organik percaya bahwa industrialisasi telah menyebabkan gerakan makan makanan organik yang dicanangkan akhir-akhir ini menjadi kehilangan ‘jiwanya’.