Bertemu dengan Herawati seperti membaca kembali sejarah pers, perjuangan hidup yang pernah digelutinya. Senyumnya mengembang ketika menemui Sehat Alami di kediamanya, di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Bicaranya pelan, tetapi masih terdengar jelas. Daya ingatnyapun masih luar biasa. Apalagi ketika ditanya soal perkembangan pers, dengan sigap pertanyan pun langsung di jawab oleh wartawan senior ini. Meski di kursi roda, itu tidak mengahalangi aktivitasnya.
Pers Perjuangan
Usianya memang sudah tidak muda lagi, 96 tahun. Namun jangan tanya kesibukannya. Penerima Lifetime Achievment dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindangan Anak, Linda Gumelar ini masih beraktivitas, dengan intensitas yang tidak kalah dengan orang yang lebih muda. “Saya masih sering ke Dewan Pers. Beberapa hari lalu saya diundang untuk diskusi dalam acara seminar. Tetapi memang sudah tidak seperti dulu,” tuturnya. Herawati menuturkan bahwa umur panjang yang diterimanya harus disyukuri dengan berbagai kegiatan positif.
Lahir di Tanjung Pandan, Belitung 3 April 1917 hidup Herawati tidak pernah lepas dari dunia jurnalistik. Pegumulannya di dunia tulis menulis ini semakin intens ketika bersama suaminya mendirikan koran Merdeka pada 1 Oktober 1945. “Pers perjuangan namanya. Kala itu mendirikan koran dengan idealisme kuat. Koran diterbitkan sebagai alat perjuangan untuk memberitakan ide-ide para pendiri bangsa. Pemodalnya tidak ada, bahkan pendirinya mengorbankan apa yang dimiliki,”ujarnya.
Tetapi sekarang dunia pers telah berubah, pers berkembang menjadi industri yang sangat pesat. “Tidak bisa mendirikan koran kalau nggak punya modal besar.” Ia pun membandingkan, “Sekarang lebih individualistik. Apalagi dalam dunia pers. Kehidupan jurnalistik kini sudah seperti industri, kepentingan pasar lebih banyak,” ungkapnya.
Bertemu dengan Herawati memang terasa seperti menjumpai ensiklopedi dunia pers Indonesia. Ia hafal betul tentang sejarah jurnalistik tanah air. Maklum, di samping pelaku, ia juga mengalami berbagai tonggak perjalanan pers selama tiga dekade. Menurutnya ada perbedaan mendasar ketika bicara pers dulu dan sekarang. “Ketika itu kerja jurnalistik arahnya mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa. Namun kini cita-cita itu serasa berubah. Seperti zamannya, pers memang menjadi industri, dan tentu juga berkaitan dengan kepentingan industri,” kata Herawati.
Rahasia tetap sehat di usia lanjut
Bicara tentang semangat dan kesehatannya yang masih tetap fit meski usianya tak lagi muda, Herawati menjelaskan, kalau dalam menulis berita ada istilah cover both side (keseimbang dalam menulis berita, dengan menggunakan sumber dari semua sisi dan sudut pandang-red), maka untuk kesehatan, keseimbangan kita peroleh dengan memberi makan tubuh jasmani, begitu juga kehidupan rohani.
Menurut Herawati, keseimbangan antara mind, body and soul-lah yang menjadi kunci utama untuk menggapai kesehatan sejati di usia lanjut.
Herawati menceritakan, sekarang, makanan yang dikonsumsi telah dikurangi porsinya. “Tidak seperti dulu yang makan sembarangan. Namun sekarang lebih teratur dan menjaga pola konsumsi,” tuturnya. Ibu dari tiga anak ini menuturkan kalau dirinya tidak pernah mengeluhkan penyakit layaknya orang yang berusia lanjut. “Alhamdulillah saya hidup tidak pernah mengeluh seperti kebanyakan orang sesuisa saya. Penyakit seperti darah tinggi, kolesterol dan lain sebagainya tidak ada dalam diri saya.
Tidak hanya menjaga kesehatan tubuh jasmani dengan keseimbangan asupan makan, Herawati juga memperhatikan kesehatan pikirannya, dalam arti daya ingatnya. Untuk yang kedua ini, bermain bridge adalah salah satu caranya. Main bridge dijelaskan oleh Herawati mengharuskan kita mengingat kartu dan langkah teman bermain kita. Ini yang menjadikan memori terasah terus menerus.
“Ada juga cara yang lain, yaitu berkumpul dengan anak-anak muda. Kalau kumpul dengan teman yang sudah sepuh biasanya ngomongin penyakit. Berkumpul dengan yang lebih muda akan terus menjaga pikiran untuk tetap segar sehingga tidak mudah pikun,” ujarnya.
Di samping itu ia aktif mengikuti berita di berbagai media. Kalau jam 7 pagi belum ada koran di meja niscaya ia akan mencarinya. Setiap hari Herawati juga menonton berita di televisi, bahkan sampai jam 11 malam. Jadi ia tahu apa yang terjadi di masyarakat terkini. “ Dengan begitu, otak selalu terasah,”ungkapnya.
“Keep your brain alive,” tambah istri dari tokoh pers nasional BM Diah ini di akhir perjumpaan kami. (SA)