“Memang motif kami lain dari batik biasanya. Warna-warna dan motif yang saya kembangkan merupakan warna dan motif yang terinspirasi dari alam“ ujar Sancayarini saat ditemui Sehat Alami di kediamannya yang asri di kawasan Tangerang Selatan. Kreativitasnya ini ternyata mendapatkan apresiasi dari banyak kalangan.
Memberi manfaat kepada diri dan masyarakat sekitar. Atas karya dan upayanya ini, ia mendapatkan beberapa penghargaan. Antara lain dari Yayasan Kehati, yang menilainya sebagai sosok yang memiliki kepedulian terhadap pelestarian lingkungan.
Berbincang dengan Sancayarini menambah pengetahuan kita, terutama seputar batik. Dengan fasih ia membedah tema tentang batik dengan segala pernak perniknya. Tak ketinggalan, ia juga menyoroti soal serbuan batik dari luar negeri yang belakangan ini mulai membanjiri pasar batik di dalam negeri. “ Memang harus ada proteksi dari pemerintah,” ujarnya singkat soal kondisi para pengrajin batik di negeri sendiri.
Memberi Makna Hidup
Bagi Rini, panggilan akrabnya, membatik adalah bagian dari upaya merenungi kehidupan dan bagaimana memberi makna bagi alam sekitar. Contoh kecil adalah tentang warna. Adakah arti dan makna warna-warni alam bagi kehidupan kita? Bagaimana kita bisa memberikan makna bagi lingkungan kita? Jawaban tentang warna inilah yang kemudian ia terjemahkan dalam bentuk upaya pelestarian tradisi pewarna berbahan alam.
“Bagi saya semua warna itu cantik. Sebab pada hakikatnya, ini adalah pemberian Tuhan yang luar biasa. Alam menyediakan kita warna-warni yang cantik. Karenanya kita harus mensyukurinya dengan memanfatkan pemberian alam itu secara benar. Dan bagi saya, pemanfaatan warna alami itu lebih mampu memberikan rasa yang nyaman,” ujarnya.
Karenanya, ia pun mengembangkan pewarna alam dari berbagai tetumbuhan yang ada di sekitar rumahnya sebagai bahan baku untuk pewarna desain dan motif batik rancangananya. Menurutnya, semua tumbuhan memimiliki manfaat.
Jadi tidak hanya daun, buah atau seratnya, melainkan semua bagian dari tumbuhan itu sendiri. Beberapa bagian tanaman dan pohon yang sering ia jadikan sebagai bahan baku pewarna untuk membatik antara lain kulit, daging buah, dan dedaunan dari pohon rambutan, mangga, buah apokat, dan buah manggis.
Prinsipnya, pohon dan tumbuhan apapun biasa digunakan sebagai bahan pewarna. “Bahkan, kulit jengkol pun pernah saya olah menjadi bahan pewarna batik. Karena saya percaya Tuhan menciptakan sesuatu itu sudah pasti ada manfaatnya, “ ujar perempuan berdarah Jawa ini.
Dan ternyata, bahan baku pewarna yang ramah lingkungan inilah, pada akhirnya yang membuat batiknya banyak diminati, terutama di kalangan ekspatriat. (SA)