Sehatalami.co ~ Masih banyak yang bertanya-tanya mengapa vaksin booster covid-19 diberikan setengah dosis? Terkait dengan hal ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memberikan penjelasan bahwa pemberian setengah dosis vaksin booster yang dilakukan di dalam negeri berdasarkan rekomendasi hasil penelitian di negara besar. Salah satu negara yang melakukan hal yang sama adalah di Amerika Serikat (AS) dengan Moderna.
Lebih lanjut, Menkes Budi menjelaskan alasan pemberian vaksin booster setengah dosis di dalam negeri juga didasarkan pada rekomendasi ITAGI serta uji klinis. “Moderna KIPI-nya (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) tinggi, setengah dosis lebih aman,” kata Budi dalam Rapat dengan Komisi IX DPR RI, pertengan bulan lalu, tepatnya Selasa (18/1/2022).
Budi menjelaskan rata-rata vaksin primer menambah titer antibodi 100-200 lebih tinggi. Booster setengah dosis 7000-8000 dan satu dosis sekitar 8000-9000.
Ini jauh lebih tinggi dibandingkan pemberian plasma konvalensen di level 250. “Sudah memberikan proteksi jauh di atas itu beda 500 tidak terlalu signifikan masalah KIPI tinggi melihat isu operasional,” ungkapnya.
Berikut rekomendasi kombinasi vaksin booster dari Kementerian Kesehatan:
- Vaksin primer Sinovac akan diberikan vaksin booster setengah dosis Pfizer.
- Vaksin primer Sinovac akan diberikan vaksin booster setengah dosis AstraZeneca.
- Vaksin primer AstraZeneca akan diberikan vaksin booster setengah dosis Moderna.
Vaksin booster sendiri sudah mulai dilakukan sejak awal bulan lalu. Dosis ketiga diberikan untuk seluruh masyarakat berusia 18 tahun ke atas secara gratis.
Sementara itu ada kelompok yang jadi prioritas vaksin booster yaitu kelompok lansia dan mereka yang rentan atau immunocompromised. Saat memberikan keterangan pers terkait booster pekan lalu, Budi mengatakan kombinasi telah mendapatkan persetujuan BPOM serta ITAGI. Selain juga rekomendasi dari WHO yang memberikan keleluasaan pemberian booster.
“Kombinasi sudah mendapatkan persetujuan BPOM dan rekomendasi ITAGI, dan rekomendasi WHO. Bisa menggunakan vaksin sejenis atau homolog, bisa berbeda heterolog. Diberikan keleluasaan masing-masing negara,” jelasnya kala itu. (SA)