Saat ini Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika masih belum mengetahui penyebab meluasnya virus AFM. Virus ini melemahkan kendali syaraf di kaki dan tangan para penderitanya. Anak-anak adalah kelompok yang paling banyak terkena virus ini.
Dalam dua minggu terakhir ini ada 62 kasus “acute flaccid myelitis” AFM yang dilaporkan terjadi di 22 negara bagian. Enam puluh lima kasus lainnya masih diselidiki, apakah termasuk dalam AFM atau tidak. Ini peningkatan luar biasa setelah kasus serupa dilaporkan terjadi pada Agustus 2014 dan 2016.
Adapuj gejala terkena virus AFM antara lain gejala demam ringan namun kini menimbulkan kelumpuhan mirip polio pada anak-anak, terutama di bagian tangan dan kaki. Uji virus polio yang dilakukan terhadap penderita terbukti negatif. Ada beberapa langkah pencegahan terhadap virus ini antara lain mencuci tangan dan memakai obat anti sengatan serangga, juga memastikan agar anak mendapat seluruh vaksin yang dibutuhkan.
Para ilmuwan sempat menilai enterovirus D68 (EV-D68) sebagai penyebabnya. Namun bukti lengkap masih terus dikumpulkan. Belum jelas juga bagaimana virus ini menimbulkan kelumpuhan.Ilmuwan juga sedang menyelidiki apakah ada faktor genetika dan lingkungan hidup, serta reaksi tubuh terhadap faktor-faktor itu memicu AFM dan bagaimana soal dampaknya dalam jangka panjang.
“Sejauh ini kasus-kasus ini masih misteri dan kami belum dapat menemukan solusinya,” ujar Nancy Messonier, Direktur Pusat Imunisasi dan Penyakit Pernafasan di CDC yang dilansir laman voaindonesia.
Kasus AFM memang jarang, yaitu satu dari satu juta anak, tetapi dampak yang ditimbulkan sangat buruk. “AFM cukup jarang terjadi, tetapi dampaknya luar biasa buruk,” ujar Priya Duggal, pakar epidemiologi genetika di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health di Baltimore, Maryland, sebagaimana dilaporkan sciencemag.org.